PERANAN
KONSELING DALAM PENGEMBANGAN DIRI
IMPLIKASINYA
PADA KTSP *)
Oleh : Drs. Sucipto, MPd.
Kons. **)
- LANDASAN :
- Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 butir 6 mengemukakan bahwa konselor adalah pendidik, pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, dan Pasal 4 ayat (4) bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, dan Pasal 12 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standard Nasional Pendidikan, Pasal 5 s.d Pasal 18 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tahun 2006 tentang Standar untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memuat pengembangan diri peserta didik dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, dan atau tenaga kependidikan.
- Dasar Standarisasi Profesi Konseling yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2004 untuk memberi arah pengembangan profesi konseling di sekolah dan di luar sekolah.
- PENGERTIAN
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di
luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum
sekolah/madrasah. Pengembangan diri
bukan materi pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya
pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial,
kegiatan belajar, dan pengembangan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk untuk satuan pendidikan
kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan
guna pengembangan kreativitas dan karir.
Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan
peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
--------------------------------
*)Makalah Disajikan pada
Penataran Peningkatan Mutu Guru di MA TBS Kabupaten Kudus, hari Sabtu, 24
Oktober 2009.
**) Lektor Kepala. Dosen tetap Prodi Bimbingan dan Konseling
FKIP Universitas Muria Kudus
Kegiatan pengembangan diri
berupa pelayanan konseling difasilitasi dan dilaksanakan oleh konselor, dan
kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru, dan atau tenaga
kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk
pelayanan konseling dan kegiatan ekstra
kurikuler dapat mengembangkan kompotensi dan kebiasan dalam kehidupan
sehari-hari peserta didik.
- TUJUAN
- Tujuan Umum :
Pengembangan diri bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan
peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.
- Tujuan Khusus
Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan
peserta didik dalam mengembangkan : bakat, minat, kreativitas, kompetensi dan
kebiasaan dalam kehidupan , kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial,
kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah,
dan menumbuhkembangkan kreativitas.
- RUANG LINGKUP
Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan
tidak terprogram. Kegiatan terprogram
direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi pribadinya.
Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan
tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yangdiikuti oleh semua peserta didik.
Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen :
1. Pelayanan Konseling, meliputi pengembangan :
a. kehidupan pribadi
b. kemampuan sosial
c. kemampuan belajar
d. wawasan dan perencanaan karir.
2. Ekstra kurikuler, meliputi :
a. kepramukaan
b. latihan kepemimpinan, KIR, palang merah
remaja, polisi sekolah.
c. Seni, olah raga, cinta alam, jurnalistik,
teater, dan keagamaan.
E. BENTUK-BENTUK PELAKSANAAN
1.
Komponen
pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan khusus
dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara
individual, kelompok, dan atau klasikal melalui penyelenggaraan :
a. layanan dan kegiatan pendukung konseling
b. kegiatan ekstra kurikuler.
2.
Kegiatan
pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut :
a. Rutin,
yaitu kegiatan yang
dilakukan terjadwal, seperti upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama,
keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.
b. Spontan,
kegiatan tidak terjadwal
dalam kegiatan khusus, seperti : pembentukan perilaku, memberi salam, membuang
sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (perselisihan).
c. Keteladanan,
adalah kegiatan dalam
bentuk perilaku sehari-hari, seperti berpakaian rapi, berbahasa yang baik,
rajin membaca, datang tepat waktu, memuji kebaikan dan keberhasilan orang lain,
giat bekerja, menciptakan hal-hal baru yang tidak monoton.
3.
Satu
kali kegiatan layanan atau kegiatan pendukung konseling berbobot ekuivalen
2(dua) jam pelajaran.
F. STRUKTUR PELAYANAN
KONSELING
Pelayanan konseling di sekolah/madrasah merupakan
usaha membantu peserta didik dalam mengembangkan kehidupan pribadi, kehidupan
sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan konseling memfasilitasi
pengembangan peserta didik, secara individual, kelompok dan atau klasikal,
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, potensi , serta
peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan
ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi
peserta didik.
Konseling
diartikan sebagai
pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok,
agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan
kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir,
melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma
yang berlaku.
Paradigma
konseling adalah
pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam
bingkai budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah
keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam
kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta
didik.
Visi
pelayanan konseling
adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya
pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah
agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
Misi
konseling meliputi tiga
aspek, yaitu (a) misi pendidikan,
yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku
efektif normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan, (b) misi pengembangan, yaitu memfasilitasi
pengembangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah,
madrasah, keluarga dan masyarakat, serta (c) misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah
peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.
Bidang
pelayanan konseling
meliputi 6 bidang, yaitu
bidang pengembangan kehidupan pribadi, bidang pengembangan kehidupan sosial,
bidang pengembangan kemampuan belajar, dan bidang pengembangan karir,
bidang pengembangan kehidupan keberagamaan, dan bidang pengembangan kehidupan
berkeluarga.
Fungsi
pelayanan konseling,
yaitu fungsi (1) pemahaman, fungsi
membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya, (2) pencegahan, membantu peserta didik
mencegah dan menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat
perkembangan dirinya, (3) pengentasan, fungsi
membantu peserta didik mengatasi permasalahannya, (4) pemeliharaan dan pengembangan, membantu peserta didik memelihara
dan menumbuhkembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya,
serta (5) advokasi, untuk membantu
peserta didik memperoleh pemahaman atas hak dan atau kepentingannya yang kurang
mendapat perhatian.
Secara lengkap hal-hal yang berkenaan dengan
struktur pelayanan konseling di dalam pengembangan diri yang belum sempat
diuraikan dalam makalah ini, termasuk perencanaan kegiatan, pelaksanaan
kegiatan, penilaian kegiatan, pelaksana kegiatan konseling, dan pengawasan
kegiatan konseling dapat dilihat pada
Panduan Pengembangan Diri yang dikeluarkan oleh Dirjen Dikti mengingat
keterbatasan waktu yang disediakan di dalam kesempatan seminar hari ini.
G. FENOMENA YANG SERING DITEMUKAN KAITANNYA DENGAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN
DIRI DI SEKOLAH/MADRASAH.
1. Terdapat sekolah/madrasah yang salah
menafsirkan bahwa kegiatan pengembangan diri (khususnya melalui kegiatan ekstra
kurikuler) dikhususkan hanya untuk anak-anak tertentu yang memiliki bakat atau
potensi khusus dan dipersiapkan untuk mempersiapkan lomba antar sekolah, misal
lomba band, bahasa inggris, lomba matematika, komputer, KIR, Pramuka, dsb,
sehingga tidak melayani seluruh peserta
didik.
2. Terdapat sekolah/madrasah yang
beranggapan bahwa layanan konseling masuk dalam kegiatan ekstra kurikuler
sehingga tidak ada jam masuk kelas bagi konselor.
3. Ada sekolah/madrasah masih beranggapan bahwa
pelayanan konseling dalam pengembangan diri disamakan dengan mengajarkan
pengembangan diri.
H. KEWAJIBAN KONSELOR DALAM PENGEMBANGAN DIRI DI SEKOLAH/MADRASAH
Konselor selaku pendidik memiliki peran strategis
didalam mengembangkan diri peserta didik.
Diri peserta didik yang dikembangkan termasuk dalam hal ini adalah aspek
bakat, kreativitas, dan kemampuan intelegensia lainnya. Secara teori gagasan
pengembangan diri dalam KTSP perlu diterjemahkan aplikasinya. Lalu bagaimana kewajiban konselor
mengembangkan diri peserta didiknya? WPKNS (wawasan, pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan nilai) Konselor untuk mewujudkan
diri peserta diri agar berkembang secara optimal perlu senantiasa
diasah.
Sekolah/madrasah dimulai pada tingkatan sekolah
dasar dan menengah dengan peserta didik yang bervariatif. Pada dasarnya setiap
pendidik termasuk konselor menginginkan masa depan yang gilang gemilang bagi
peserta didiknya. Mereka berharap agar
peserta didiknya menjadi orang yang bertakwa, insan yang sholeh, sukses dalam
karir, berilmu dan bertanggung jawab sehingga berguna bagi kemaslahatan umat.
Oleh sebab itu menjadi suatu keharusan untuk senantiasa membangun komunikasi
yang sejuk dan lancar di antara konselor, peserta didik, personil sekolah, seperti
sejawat pendidik dan pimpinan sekolah/madrasah. Konselor bertanggungjawab untuk
mengembangkan diri peserta didik dengan keteladanan yang baik.
Namun
perlu senantiasa diingat bahwa peserta didik sebagai generasi yang unggul tidak
akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya.
Mereka sungguh memerlukan lingkungan pendidikan subur yang sengaja
diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi mereka dapat tumbuh dengan
optimal.
Dengan
demikian, konselor memegang peran penting untuk menciptakan lingkungan tersebut
guna merangsang segenap potensi peserta didik agar dapat berkembang secara
optimal.
Telah diuraikan di depan bahwa pengembangan diri
dilaksanakan melalui pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler. Sehubungan dengan pelayanan konseling di sekolah, konselor memiliki kewajiban menguasai dan
menyelenggarakan hal-hal berikut :
1.Menguasai spektrum pelayanan pada umumnya, khususnya pelayanan
profesional konseling :
a. Konselor menguasai spektrum pelayanan
pada umumnya, yaitu pelayanan dasar,
pelayanan pengembangan, dan pelayanan terapeutik.
1) Pelayanan
dasar dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang paling
elementer, yaitu kebutuhan makan dan minum, udara segar, dan kesehata, serta
kebutuhan hubungan sosio-emosinal. Orang
tua dan orang-orang yang dekat (significant
persons) memiliki peran paling dominan dalam pemenuhan kebutuhan dasar
peserta didik.
2) Pelayanan
pengembangan dimaksudkan mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan
tahap-tahap dan tugas-tugas perkembangannya.
Dengan pelayanan pengembangan yang cukup baik peserta didik akan dapat
menjalani kehidupan dan perkembangan dirinya dengan wajar, tanpa beban yang
memberatkan, memperoleh penyaluran bagi pengembangan potensi yang dimiliki,
serta menatap masa depan dengan cerah.
Upaya pendidikan pada umumnya merupakan pelaksanaan pelayanan
pengembangan bagi peserta didik. Di
sekolah/madrasah, konselor, guru, dan tenaga kependidikan memiliki peran
dominan dalam penyelenggaraan pengembangan terhadap peserta didik.
3) Pelayanan
terapeutik dimaksudkan untuk menangani permasalahan yang diakibatkan oleh
gangguan terhadap pelayanan dasar dan pelayanan pengembangan. Permasalahan tersebut dapat terkait dengan
kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan keluarga, kegiatan belajar,
karir, serta kehidupan keberagamaan.
Dalam upaya menangani permasalahan peserta didik, konselor memiliki
peran dominan. Peran konselor dapat menjangkau aspek-aspek pelayanan dasar dan
pengembangan.
b. Konselor menguasai spektrum Pelayanan
profesional konseling meliputi :
1) Wawasan keilmuan, keterampilan, keahlian, kode etik,
dan organisasi profesi konseling.
2) Pradigma, visi dan misi pelayanan konseling.
3) Bidang pelayanan konseling
4) Fungsi, prinsip, dan azas konseling
5) Jenis layanan, kegiatan pendukung, dan format
pelayanan konseling.
6) Operasionalisasi kegiatan konseling terhadap berbagai
sasaran pelayanan.
2. Merumuskan dan menjelaskan peran profesional konselor kepada pihak-pihak
terkait, terutama peserta didik, pimpinan sekolah/madrasah, sejawat pendidik,
dan orang tua peserta didik.
a. Sejak awal bertugas di
sekolah/madrasah, konselor merumuskan secara konkret dan jelas
tugas dan kewajiban profesionalnya dalam pelayanan konseling, meliputi :
1)
Struktur pelayanan konseling
2)
Program Pelayanan Konseling
3)
Pengelolaan program pelayanan konseling
4)
Evaluasi hasil dan proses pelayanan konseling
5)
Tugas dan kewajiban pokok konselor
b. Hal-hal sebagaimana tersebut pada
butir a dijelaskan kepada peserta didik, pimpinan, dan sejawat pendidik
di sekolah/madrasah, dan orang tua secara profesional dan proporsional.
3.Melaksanakan tugas pelayanan profesional konseling yang setiap kali
dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan, terutama pimpinan
sekolah/madrasah, orang tua, dan peserta didik.
a. Unsur-unsur
pokok dalam tugas pelayanan
konseling di sekolah/madrasah :
1) Jumlah peserta didik yang diasuh
seorang konselor 150 orang. Konselor
wajib memberikan pelayanan konseling kepada seluruh peserta didik yang
diasuhnya sesuai kebutuhan dan masalah masing-masing.
2) Program tahunan, semesteran, bulanan,
mingguan, dan kegiatan harian pelayanan konseling. Program-program ini disusun sesuai
proporsional dan berkesinambungan antar kelas dan antar jenjang kelas di
sekolah/madrasah.
3) SATLAN, SATKUNG dan LAPELPROG. Seluruh
program kegiatan direncanakan, dilaksanakan, dilaporkan secara tertulis dan
didokumentasikan.
4) Pelayanan terhadap masing-masing
peserta didik yang diasuh sebanyak minimal 10 (sepuluh) kali kegiatan pelayanan
konseling setiap semester. Konselor
melayani seluruh peserta didik asuhannya tanpa kecuali.
5) Jumlah jam pembelajaran wajib
pelayanan konseling seminggu ekuivalen dengan jam pembelajaran wajib guru. Jumlah jam pembelajaran wajib itu dihitung
perbulan dengan menggunakan format Perhitungan
Jam Kegiatan Pelayanan Konseling di Sekolah/Madrasah.
b. Tugas yang mengandung unsur-unsur
pokok sebagaimana tersebut di atas merupakan “perjanjian kerja” yang wajib dilaksanakan oleh konselor dan secara
berkala dipertanggungjawabkan kepada pimpinan sekolah/madrasah.
4. Mewaspadai hal-hal negatif yang dapat mengurangi keefektifan pelayanan
profesional konseling.
a. Hal-hal berikut ini perlu dicegah
untuk tidak terjadi atau tidak dilakukan oleh
konselor :
1) Tercederainya azas kerahasisaan, karena
konselor secara langsung ataupun tidak langsung mengemukakan hal-hal berkenaan
dengan diri peserta didik yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang
lain.
2) Memberikan label kepada peserta didik,
baik perorangan maupun kelompok, dengan cara apapun, yang berkonotasi negatif
terhadap peserta didik yang bersangkutan.
3) Bertindak laksana “Satpam Sekolah” yang memata-matai
ataupun mencari-cari kesalahan peserta didik, seperti bertindak sebagai piket
keamanan, perazia, pencari pencuri.
Dalam hal ini, konselor dapat menerima peserta didik yang terjaring
dalam kegiatan “kesatpaman sekolah” yang
dilakukan oleh pihak lain untuk mendapatkan pelayanan konseling.
4) Membuat ataupun menyetujui dibuatnya
“surat perjanjian” dengan peserta didik yang berkonotasi atau berakhir pada
sanksi ataupun hukuman tertentu. Dalam
hal ini, konselor dapat menerima peserta didik yang telah membuat perjanjian
dengan pihak lain. untuk mendapatkan pelayanan konseling agar terhindar
dari sanksi ataupun hukuman sebagaimana dinyatakan dalam “surat perjanjian”.
5) Kondisi tempat ataupun ruang kerja
konselor dapat mengganggu kesukarelaan, ketenangan, dan terjaminnya kerahasiaan
peserta didik yang datang kepada konselor untuk mendapatkan pelayanan
konseling.
b. Hal-hal sebagaimana tersebut pada
butir a sejak awal disampaikan oleh konselor kepada pihak-pihak terkait, terutama
peserta didik, sejawat pendidik, dan pimpinan sekolah/madrasah untuk
mendapatkan dukungan dan fasilitas dalam mewujudkannya.
5.Mengembangkan kemampuan profesional konseling secara berkelanjutan
a. Pengembangan kemampuan profesional konselor dapat
dilaksanakan melalui :
1) Pengawasan kegiatan pelayanan konseling
di sekolah/madrasah, baik yang dilaksanakan secara inheren oleh pimpinan
sekolah/madrasah, maupun oleh Pengawas Sekolah Bidang konseling.
2) Diskusi profesional yang diikuti oleh para
konselor sekolah/madrasah (dalam satu sekolah/madrasah ataupun antar
sekolah/madrasah) untuk membahas kasus-kasus peserta didik.
3) Partisipasi dalam kegiatan keorganisasian
profesi konseling.
4) Pendidikan dalam jabatan (seperti
penataran) dan pendidikan lanjutan dalam bidang konseling.
5) Kegiatan dalam rangka kredensialisasi
untuk sertifikasi, akreditasi, dan atau lisensi dalam bidang konseling.
b. Untuk terlaksananya hal-hal sebagaimana
tersebut pada butir a konselor membicarakannya dengan pimpinan sekolah/madrasah
dan pihak-pihak lain berkenaan dengan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan
pelaporannya.
Menyadari akan arti penting peranan guru atau konselor bagi upaya pengembangan
diri peserta didik di sekolah, maka sangat dianjurkan kepada setiap guru dan
konselor meluangkan waktu secara teratur bagi peserta didiknya.
Pengembangan
diri merupakan kerja bersama antara personil sekolah, antara lain guru, konselor,
dan pembina khusus untuk menyediakan
lingkungan yang membuat peserta didik kreatif, senang dan mendapatkan
semangat. Suasana di dalam lingkungan
sekolah yang penuh kasih sayang, mau menerima, anak sebagaimana adanya,
menghargai potensi peserta didik, memberi rangsang-rangsang yang kayau ntuk
segala aspek perkembangan diri peserta didik, baik secara kognitif, afektif,
maupun psikomotorik, semua sungguh merupakan jawaban nyata bagi tumbuhnya
peserta didik sesuai amanat pendidikan.
H. PENUTUP
Peserta didik akan menjadi unggul pada dasarnya tidak akan tumbuh dengan
sendirinya, mereka dalam mengembangkan dirinya memerlukan lingkungan dan
pelayanan yang subur yang diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi dan
prestasi mereka dapat tumbuh secara optimal.
Oleh karena itu tentunya dibutuhkan suatu kesungguhan dari kita semua
untuk secara tekun dan rendah hati melakukan hal-hal yang terbaik bagi peserta
didik kita. Kiranya uraian singkat ini
memberikan wawasan bagi kita selaku
pendidik baik itu guru maupun sebagai konselor.
Semoga.
Kudus, 9 Agustus 2008.
DAFTAR PUSTAKA
Amabile. 1989. Growing up Creative. New York: Crown
Publisher.
Departemen Pendidikan
Nasional. 2003. Dasar Standardisasi
Profesi Konseling. Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan
Perguruan Tinggi.
Program Pendidikan Profesi
Konselor. 2006. Panduan Pengembangan
Diri. Padang : Program PPK Jurusan
BK Universitas Negeri Padang.
PerMenDiknas No. 22
tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Konselor selaku pendidik memiliki peran strategis
didalam mengembangkan diri peserta didik.
Diri peserta didik yang dikembangkan termasuk dalam hal ini adalah aspek
bakat, kreativitas, dan kemampuan intelegensia lainnya. Secara teori gagasan
pengembangan diri dalam KTSP perlu diditerjemahkan aplikasinya. Lalu bagaimana kewajiban konselor
mengembangkan diri peserta didiknya ?
WPKNS (wawasan, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai) Konselor untuk
mewujudkan diri peserta diri agar
berkembang secara optimal perlu senantiasa diasah.
Sekolah/madrasah dimulai pada tingkatan sekolah
dasar dan menengah dengan peserta didik yang bervariatif. Pada dasarnya setiap
pendidik termasuk konselor menginginkan masa depan yang gilang gemilang bagi
peserta didiknya. Mereka berharap agar
peserta didiknya menjadi orang yang bertakwa, insan yang sholeh, sukses dalam
karir, berilmu dan bertanggung jawab sehingga berguna bagi kemaslahatan umat.
Oleh sebab itu menjadi suatu keharusan untuk senantiasa membangun komunikasi
yang sejuk dan lancar di antara konselor, peserta didik, personil sekolah,
seperti sejawat pendidik dan pimpinan sekolah/madasah. Konselor
bertanggungjawab untuk mengembangkan diri peserta didik dengan keteladanan yang
baik.
Namun
perlu senantiasa diingat bahwa peserta didik sebagai generasi yang unggul tidak
akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya.
Mereka sungguh memerlukan lingkungan pendidikan subur yang sengaja
diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi mereka dapat tumbuh dengan
optimal.
Dengan
demikian, konselor memegang peran penting untuk menciptakan lingkungan tersebut
guna merangsang segenap potensi peserta didik agar dapat berkembang secara
optimal.
Peran
konselor dapat dimulai sejak anak-anak dimana mereka senang bermain. Anak yang bermain diberikan rangsangan mental
dalam bentuk pengalaman yang kaya, juga cenderung akan memiliki perkembangan
jiwa yang sehat. Pengalaman tersebut
dapat berupa sentuhan yang hangat, senandung lagu yang merdu, dongeng yang
indah yang dibacakan atau diceritakan langsung oleh konselor/pendidik dalam
suasana menyenangkan, penuh kasih sayang dan hangat.
Peserta
didik yang memperoleh sentuhan emosional dari konselor akan tumbuh cerdas di
kemudian hari. Suasana yang penuh kasih
sayang, mau menerima peserta didik sebagaimana adanya, menghargai potensinya,
memberi rangsang-rangsang yang kaya untuk segala aspek perkembangannya, baik
secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik, semua sungguh merupakan jawaban
bagi tumbuhnya generasi unggul masa depan.
Pemahaman
terhadap psikologi peserta didik
Keberhasilan
pendidikan tidak terlepas dari kemampuan pendidik (konselor) di dalam memahami
peserta didiknya sebagai individu yang unik, di mana setiap peserta didik
dipandang memiliki potensi yang berbeda-beda di antara satu peserta dengan
peserta didik lainnya namun saling melengkapi dan berharga. Apabila itu diibaratkan sebagai bunga-bunga
aneka warna di suatu taman yang indah, mereka akan tumbuh dan merekah bersama.
Selain
memahami bahwa setiap peserta didik merupakan individu yang unik, ada beberapa
catatan lagi yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan upaya kita memahami
psikologi peserta didik, yaitu bahwa peserta didik adalah :
- bukan orang dewasa mini
- pada dasarnya usia berapapun senang bermain
- masih dalam proses perkembangan dan senantiasa berkembang
- senang meniru
- kreatif
- daya juang tinggi untuk selalu berhasil/sukses.
Mengembangkan kepribadian dan kreativitas
Selain kemampuan untuk dapat memahami peserta
didik agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sebaiknya
konselor/pendidik juga dapat berperan aktif dalam proses perkembangan
kepribadian dan kreativitas anak agar hubungan antara pendidik/konselor dan
peserta didik dapat senantiasa terbuka sehingga terjalin hubungan yang hangat
dan akrab, didasarkan suasana kasih sayang dan saling menghargai. Hubungan yang
harmonis perlu diupayakan dengan tidak menyalahkan, memberi kuliah, tidak
menasihati, tidak memberi ceramah, mengkritik, mencemooh, menyalahkan atau
bahkan memerintah. Dalam hal peserta
didik mengungkapkan perasaan atau masalahnya, para konselor dan pendidik perlu
membuka pintu lebar-lebar dan mengundang anak untuk berbicara lebih banyak.
Konselor perlu untuk selalu menjadi pendengar yang
aktif, yaitu berusaha untuk mengerti perasaan dan arti pesan dari
pengirimnya. Konselor perlu
merefleksikan arti pesan sebagai umpan balik dan bukan mengirimkan pesannya
sendiri dalam bentuk penilaian, pendapat, ataupun nasihat atau kritik, tetapi murni
sebagai apa yang dianggapnya sebagai arti pesan si pengirim. Itu saja, tidak lebih.
Mendengar aktif memerlukan sejumlah sikap dasar
tertentu agar dapat berfungsi secara efektif, di antaranya adalah :
1. mau mendengar pesan peserta didik
2. bersungguh-sungguh mau menolong peserta
didik
3. dapat menerima perasaan
4. mempercayai kemampuan peserta didik
5. menyadari bahwa perasaan tersebut hanya
sementara.
6. menyadari bahwa peserta didik adalah
individu yang berbeda.
Kemampuan mendengar aktif akan mempengaruhi
peserta didik agar merubah tingkah lakunya yang tidak dapat diterima secara
ikhlas, tidak merasa disalahkan dan harga dirinya tidak direndahkan. Guru dan konselor perlu memilih suatu cara,
dan cara itu adalah “pesan diri” atau “pesan aku”, yaitu suatu cara yang tidak
mengundang pertentangan atau pemberontakan peserta didik. Dalam hal ini guru/konselor harus mengatakan
kepada anak akibat dari tingkah lakunya tersebut terhadap guru/konselor. Bukannya dengan mencap bahwa ada sesuatu yang
buruk pada diri peserta didik akibat ia bertingkah laku demikian.
Pesan
diri di atas akan jauh lebih efektif untuk mempengaruhi peserta didik
dibandingkan dengan cara sebelumnya, di samping juga ebih sehat untuk hubungan
guru/konselor dengan pserta didik. Dalam
hal ini tanggung jawab untuk mengatakan bahwa anak itu “bodoh” atau
“bandel” Karena “pesan diri” merupakan
suatu pesan yang jujur, maka pesan semacam itu cenderung akan mempengaruhi
peserta didik untuk mengirimkan pesan yang jujur pula bilamana ia memiliki
suatu perasaan tertentu.
Guna
mengatasi kemungkinan timbulnya konflik, konselor juga dapat melakukan usha
untuk mengubah lingkungan, sehingga kebutuhan anak didik tetap dapat terpenuhi
tanpa harus mengganggu guru/konselor. Misalnya :
1. Memperkaya lingkungan, berupa penyediaan
suatu tempat khusus dengan berbagai fasilitas, mainan, bahan bacaan, komputer,
dan sebagainya.
2. Menciptakan lingkungan, berupa penyediaan
alat-alat yang mudah dijangkau dan diciptakan, seperti papan tulis, media
konseling
3. Merencanakan bersama, berupa usaha untuk
membicarakan terlebih dahulu kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh sekolah
dan sanksi bagi yang tidak mengikuti aturan, misal berenang, pramuka, KIR,
palang merah remaja.
No comments:
Post a Comment