11/02/2015

Bimbingan Konseling "Peranan Konseling dalam Pengembangan Diri Implikasinya Pada KTSP"



PERANAN KONSELING DALAM PENGEMBANGAN DIRI
IMPLIKASINYA PADA KTSP *)

Oleh : Drs. Sucipto, MPd. Kons. **)


  1. LANDASAN :
    1. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 butir 6 mengemukakan bahwa konselor adalah pendidik, pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, dan Pasal 4 ayat (4) bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, dan Pasal 12 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standard Nasional Pendidikan, Pasal 5 s.d Pasal 18 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
    3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tahun 2006 tentang Standar untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memuat pengembangan diri peserta didik dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, dan atau tenaga kependidikan.
    4. Dasar Standarisasi Profesi Konseling yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2004 untuk memberi arah pengembangan profesi konseling di sekolah dan di luar sekolah.

  1. PENGERTIAN
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah.  Pengembangan diri bukan materi pelajaran yang harus diasuh oleh guru.  Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan ekstra kurikuler.  Di samping itu, untuk untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir.  Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
       --------------------------------
*)Makalah Disajikan pada Penataran Peningkatan Mutu Guru di MA TBS Kabupaten Kudus, hari Sabtu, 24 Oktober 2009.

**) Lektor Kepala.  Dosen tetap Prodi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus
Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi dan dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru, dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya.  Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk pelayanan konseling dan  kegiatan ekstra kurikuler dapat mengembangkan kompotensi dan kebiasan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.


  1. TUJUAN
    1. Tujuan Umum :
Pengembangan diri bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.

    1. Tujuan Khusus
Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan : bakat, minat, kreativitas, kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan , kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan menumbuhkembangkan kreativitas.

  1. RUANG LINGKUP
Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram.  Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya.  Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yangdiikuti oleh semua peserta didik.

Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen :
1.      Pelayanan Konseling,  meliputi pengembangan :
a.       kehidupan pribadi
b.      kemampuan sosial
c.       kemampuan belajar
d.      wawasan dan perencanaan karir.

2.      Ekstra kurikuler, meliputi :
a.       kepramukaan
b.      latihan kepemimpinan, KIR, palang merah remaja, polisi sekolah.
c.       Seni, olah raga, cinta alam, jurnalistik, teater, dan keagamaan.

E. BENTUK-BENTUK PELAKSANAAN

1.        Komponen pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual, kelompok, dan atau klasikal melalui penyelenggaraan :
a.       layanan dan kegiatan pendukung konseling
b.      kegiatan ekstra kurikuler.

2.        Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut :
a.       Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.
b.      Spontan, kegiatan tidak terjadwal dalam kegiatan khusus, seperti : pembentukan perilaku, memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (perselisihan).
c.       Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari, seperti berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, datang tepat waktu, memuji kebaikan dan keberhasilan orang lain, giat bekerja, menciptakan hal-hal baru yang tidak monoton.

3.        Satu kali kegiatan layanan atau kegiatan pendukung konseling berbobot ekuivalen 2(dua) jam pelajaran.



F. STRUKTUR PELAYANAN KONSELING

Pelayanan konseling di sekolah/madrasah merupakan usaha membantu peserta didik dalam mengembangkan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir.  Pelayanan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual, kelompok dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, potensi , serta peluang-peluang yang dimiliki.  Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik.
Konseling diartikan sebagai pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.
Visi pelayanan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
Misi konseling meliputi tiga aspek, yaitu (a) misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan, (b) misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah, madrasah, keluarga dan masyarakat, serta (c) misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.
Bidang pelayanan konseling meliputi 6 bidang, yaitu bidang pengembangan kehidupan pribadi, bidang pengembangan kehidupan sosial, bidang pengembangan kemampuan belajar, dan bidang pengembangan karir, bidang pengembangan kehidupan keberagamaan, dan bidang pengembangan kehidupan berkeluarga.
Fungsi pelayanan konseling, yaitu fungsi (1) pemahaman, fungsi membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya, (2) pencegahan, membantu peserta didik mencegah dan menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya, (3) pengentasan, fungsi membantu peserta didik mengatasi permasalahannya, (4) pemeliharaan dan pengembangan, membantu peserta didik memelihara dan menumbuhkembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya, serta (5) advokasi, untuk membantu peserta didik memperoleh pemahaman atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.
Secara lengkap hal-hal yang berkenaan dengan struktur pelayanan konseling di dalam pengembangan diri yang belum sempat diuraikan dalam makalah ini, termasuk perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, penilaian kegiatan, pelaksana kegiatan konseling, dan pengawasan kegiatan konseling  dapat dilihat pada Panduan Pengembangan Diri yang dikeluarkan oleh Dirjen Dikti mengingat keterbatasan waktu yang disediakan di dalam kesempatan seminar hari ini.


G. FENOMENA YANG SERING DITEMUKAN KAITANNYA DENGAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN DIRI DI SEKOLAH/MADRASAH.
    1. Terdapat sekolah/madrasah yang salah menafsirkan bahwa kegiatan pengembangan diri (khususnya melalui kegiatan ekstra kurikuler) dikhususkan hanya untuk anak-anak tertentu yang memiliki bakat atau potensi khusus dan dipersiapkan untuk mempersiapkan lomba antar sekolah, misal lomba band, bahasa inggris, lomba matematika, komputer, KIR, Pramuka, dsb, sehingga tidak melayani seluruh peserta didik.
    2. Terdapat sekolah/madrasah yang beranggapan bahwa layanan konseling masuk dalam kegiatan ekstra kurikuler sehingga tidak ada jam masuk kelas bagi konselor.
    3. Ada sekolah/madrasah masih beranggapan bahwa pelayanan konseling dalam pengembangan diri disamakan dengan mengajarkan pengembangan diri.





H. KEWAJIBAN KONSELOR DALAM PENGEMBANGAN DIRI DI SEKOLAH/MADRASAH

Konselor selaku pendidik memiliki peran strategis didalam mengembangkan diri peserta didik.  Diri peserta didik yang dikembangkan termasuk dalam hal ini adalah aspek bakat, kreativitas, dan kemampuan intelegensia lainnya. Secara teori gagasan pengembangan diri dalam KTSP perlu diterjemahkan aplikasinya.  Lalu bagaimana kewajiban konselor mengembangkan diri peserta didiknya? WPKNS (wawasan, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai) Konselor untuk mewujudkan  diri peserta diri agar berkembang secara optimal perlu senantiasa diasah.
Sekolah/madrasah dimulai pada tingkatan sekolah dasar dan menengah dengan peserta didik yang bervariatif. Pada dasarnya setiap pendidik termasuk konselor menginginkan masa depan yang gilang gemilang bagi peserta didiknya.  Mereka berharap agar peserta didiknya menjadi orang yang bertakwa, insan yang sholeh, sukses dalam karir, berilmu dan bertanggung jawab sehingga berguna bagi kemaslahatan umat. Oleh sebab itu menjadi suatu keharusan untuk senantiasa membangun komunikasi yang sejuk dan lancar di antara konselor, peserta didik, personil sekolah, seperti sejawat pendidik dan pimpinan sekolah/madrasah. Konselor bertanggungjawab untuk mengembangkan diri peserta didik dengan keteladanan yang baik.
      Namun perlu senantiasa diingat bahwa peserta didik sebagai generasi yang unggul tidak akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya.  Mereka sungguh memerlukan lingkungan pendidikan subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi mereka dapat tumbuh dengan optimal.
      Dengan demikian, konselor memegang peran penting untuk menciptakan lingkungan tersebut guna merangsang segenap potensi peserta didik agar dapat berkembang secara optimal.
      Telah diuraikan di depan bahwa pengembangan diri dilaksanakan melalui pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler.  Sehubungan dengan pelayanan  konseling di sekolah, konselor memiliki kewajiban menguasai dan menyelenggarakan hal-hal berikut :
1.Menguasai spektrum pelayanan pada umumnya, khususnya pelayanan profesional konseling :
       a. Konselor menguasai spektrum pelayanan pada umumnya, yaitu pelayanan dasar, pelayanan pengembangan, dan pelayanan terapeutik.

            1) Pelayanan dasar dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang paling elementer, yaitu kebutuhan makan dan minum, udara segar, dan kesehata, serta kebutuhan hubungan sosio-emosinal.  Orang tua dan orang-orang yang dekat (significant persons) memiliki peran paling dominan dalam pemenuhan kebutuhan dasar peserta didik.
            2) Pelayanan pengembangan dimaksudkan mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan tahap-tahap dan tugas-tugas perkembangannya.  Dengan pelayanan pengembangan yang cukup baik peserta didik akan dapat menjalani kehidupan dan perkembangan dirinya dengan wajar, tanpa beban yang memberatkan, memperoleh penyaluran bagi pengembangan potensi yang dimiliki, serta menatap masa depan dengan cerah.  Upaya pendidikan pada umumnya merupakan pelaksanaan pelayanan pengembangan bagi peserta didik.  Di sekolah/madrasah, konselor, guru, dan tenaga kependidikan memiliki peran dominan dalam penyelenggaraan pengembangan terhadap peserta didik.
            3) Pelayanan terapeutik dimaksudkan untuk menangani permasalahan yang diakibatkan oleh gangguan terhadap pelayanan dasar dan pelayanan pengembangan.  Permasalahan tersebut dapat terkait dengan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan keluarga, kegiatan belajar, karir, serta kehidupan keberagamaan.  Dalam upaya menangani permasalahan peserta didik, konselor memiliki peran dominan.  Peran konselor dapat  menjangkau aspek-aspek pelayanan dasar dan pengembangan.

       b. Konselor menguasai spektrum Pelayanan profesional konseling meliputi :
            1) Wawasan keilmuan, keterampilan, keahlian, kode etik, dan organisasi profesi konseling.
            2) Pradigma, visi dan misi pelayanan konseling.
            3) Bidang pelayanan konseling
            4) Fungsi, prinsip, dan azas konseling
            5) Jenis layanan, kegiatan pendukung, dan format pelayanan konseling.
            6) Operasionalisasi kegiatan konseling terhadap berbagai sasaran pelayanan.

2. Merumuskan dan menjelaskan peran profesional konselor kepada pihak-pihak terkait, terutama peserta didik, pimpinan sekolah/madrasah, sejawat pendidik, dan orang tua peserta didik.
a. Sejak awal bertugas di sekolah/madrasah, konselor merumuskan secara konkret dan jelas tugas dan kewajiban profesionalnya dalam pelayanan konseling, meliputi :
       1) Struktur pelayanan konseling
       2) Program Pelayanan Konseling
       3) Pengelolaan program pelayanan konseling
       4) Evaluasi hasil dan proses pelayanan konseling
       5) Tugas dan kewajiban pokok konselor
      b. Hal-hal sebagaimana tersebut pada butir a dijelaskan kepada peserta didik, pimpinan, dan sejawat pendidik di sekolah/madrasah, dan orang tua secara profesional dan proporsional.

3.Melaksanakan tugas pelayanan profesional konseling yang setiap kali dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan, terutama pimpinan sekolah/madrasah, orang tua, dan peserta didik.
      a. Unsur-unsur pokok  dalam tugas pelayanan konseling di sekolah/madrasah :
           1) Jumlah peserta didik yang diasuh seorang konselor 150 orang.  Konselor wajib memberikan pelayanan konseling kepada seluruh peserta didik yang diasuhnya sesuai kebutuhan dan masalah masing-masing.
          2) Program tahunan, semesteran, bulanan, mingguan, dan kegiatan harian pelayanan konseling.  Program-program ini disusun sesuai proporsional dan berkesinambungan antar kelas dan antar jenjang kelas di sekolah/madrasah.
          3) SATLAN, SATKUNG dan LAPELPROG. Seluruh program kegiatan direncanakan, dilaksanakan, dilaporkan secara tertulis dan didokumentasikan.
         4) Pelayanan terhadap masing-masing peserta didik yang diasuh sebanyak minimal 10 (sepuluh) kali kegiatan pelayanan konseling setiap semester.  Konselor melayani seluruh peserta didik asuhannya tanpa kecuali.
         5) Jumlah jam pembelajaran wajib pelayanan konseling seminggu ekuivalen dengan jam pembelajaran wajib guru.  Jumlah jam pembelajaran wajib itu dihitung perbulan dengan menggunakan format Perhitungan Jam Kegiatan Pelayanan Konseling di Sekolah/Madrasah.
     
      b. Tugas yang mengandung unsur-unsur pokok sebagaimana tersebut di atas merupakan “perjanjian kerja” yang wajib dilaksanakan oleh konselor dan secara berkala dipertanggungjawabkan kepada pimpinan sekolah/madrasah.


4. Mewaspadai hal-hal negatif yang dapat mengurangi keefektifan pelayanan profesional konseling.
      a. Hal-hal berikut ini perlu dicegah untuk tidak terjadi atau tidak dilakukan  oleh    konselor :
    1) Tercederainya azas kerahasisaan, karena konselor secara langsung ataupun tidak langsung mengemukakan hal-hal berkenaan dengan diri peserta didik yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain.
    2) Memberikan label kepada peserta didik, baik perorangan maupun kelompok, dengan cara apapun, yang berkonotasi negatif terhadap peserta didik yang bersangkutan.
    3) Bertindak  laksana “Satpam Sekolah” yang memata-matai ataupun mencari-cari kesalahan peserta didik, seperti bertindak sebagai piket keamanan, perazia, pencari pencuri.  Dalam hal ini, konselor dapat menerima peserta didik yang terjaring dalam kegiatan “kesatpaman sekolah”  yang dilakukan oleh pihak lain untuk mendapatkan pelayanan konseling.
    4) Membuat ataupun menyetujui dibuatnya “surat perjanjian” dengan peserta didik yang berkonotasi atau berakhir pada sanksi ataupun hukuman tertentu.  Dalam hal ini, konselor dapat menerima peserta didik yang telah membuat perjanjian dengan pihak lain. untuk mendapatkan pelayanan konseling agar terhindar dari sanksi ataupun hukuman sebagaimana dinyatakan dalam “surat perjanjian”.
   5) Kondisi tempat ataupun ruang kerja konselor dapat mengganggu kesukarelaan, ketenangan, dan terjaminnya kerahasiaan peserta didik yang datang kepada konselor untuk mendapatkan pelayanan konseling.
      b. Hal-hal sebagaimana tersebut pada butir a sejak awal disampaikan oleh konselor kepada pihak-pihak terkait, terutama peserta didik, sejawat pendidik, dan pimpinan sekolah/madrasah untuk mendapatkan dukungan dan fasilitas dalam mewujudkannya.

5.Mengembangkan kemampuan profesional konseling secara berkelanjutan
     a. Pengembangan kemampuan profesional konselor dapat dilaksanakan melalui :
   1) Pengawasan kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah, baik yang dilaksanakan secara inheren oleh pimpinan sekolah/madrasah, maupun oleh Pengawas Sekolah Bidang konseling.
   2) Diskusi profesional yang diikuti oleh para konselor sekolah/madrasah (dalam satu sekolah/madrasah ataupun antar sekolah/madrasah) untuk membahas kasus-kasus peserta didik.
         3) Partisipasi dalam kegiatan keorganisasian profesi konseling.
   4) Pendidikan dalam jabatan (seperti penataran) dan pendidikan lanjutan dalam bidang konseling.
   5) Kegiatan dalam rangka kredensialisasi untuk sertifikasi, akreditasi, dan atau lisensi dalam bidang konseling.

     b. Untuk terlaksananya hal-hal sebagaimana tersebut pada butir a konselor membicarakannya dengan pimpinan sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain berkenaan dengan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan pelaporannya.
Menyadari akan arti penting peranan  guru atau konselor bagi upaya pengembangan diri peserta didik di sekolah, maka sangat dianjurkan kepada setiap guru dan konselor meluangkan waktu secara teratur bagi peserta didiknya.

            Pengembangan diri merupakan kerja bersama antara personil sekolah, antara lain guru, konselor, dan pembina khusus  untuk menyediakan lingkungan yang membuat peserta didik kreatif, senang dan mendapatkan semangat.  Suasana di dalam lingkungan sekolah yang penuh kasih sayang, mau menerima, anak sebagaimana adanya, menghargai potensi peserta didik, memberi rangsang-rangsang yang kayau ntuk segala aspek perkembangan diri peserta didik, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik, semua sungguh merupakan jawaban nyata bagi tumbuhnya peserta didik sesuai amanat pendidikan.

H. PENUTUP
                        Peserta didik akan menjadi unggul pada dasarnya tidak akan tumbuh dengan sendirinya, mereka dalam mengembangkan dirinya memerlukan lingkungan dan pelayanan yang subur yang diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi dan prestasi mereka dapat tumbuh secara optimal.  Oleh karena itu tentunya dibutuhkan suatu kesungguhan dari kita semua untuk secara tekun dan rendah hati melakukan hal-hal yang terbaik bagi peserta didik kita.  Kiranya uraian singkat ini memberikan  wawasan bagi kita selaku pendidik baik itu guru maupun sebagai konselor.  Semoga.

Kudus, 9 Agustus 2008.


DAFTAR PUSTAKA

Amabile. 1989. Growing up Creative. New York: Crown Publisher.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Dasar Standardisasi Profesi Konseling. Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Program Pendidikan Profesi Konselor. 2006. Panduan Pengembangan Diri.  Padang : Program PPK Jurusan BK Universitas Negeri Padang.

PerMenDiknas No. 22 tahun  2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.  Jakarta.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.





SIMPULAN

Konselor selaku pendidik memiliki peran strategis didalam mengembangkan diri peserta didik.  Diri peserta didik yang dikembangkan termasuk dalam hal ini adalah aspek bakat, kreativitas, dan kemampuan intelegensia lainnya. Secara teori gagasan pengembangan diri dalam KTSP perlu diditerjemahkan aplikasinya.  Lalu bagaimana kewajiban konselor mengembangkan diri peserta didiknya ?
WPKNS (wawasan, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai) Konselor untuk mewujudkan  diri peserta diri agar berkembang secara optimal perlu senantiasa diasah.
Sekolah/madrasah dimulai pada tingkatan sekolah dasar dan menengah dengan peserta didik yang bervariatif. Pada dasarnya setiap pendidik termasuk konselor menginginkan masa depan yang gilang gemilang bagi peserta didiknya.  Mereka berharap agar peserta didiknya menjadi orang yang bertakwa, insan yang sholeh, sukses dalam karir, berilmu dan bertanggung jawab sehingga berguna bagi kemaslahatan umat. Oleh sebab itu menjadi suatu keharusan untuk senantiasa membangun komunikasi yang sejuk dan lancar di antara konselor, peserta didik, personil sekolah, seperti sejawat pendidik dan pimpinan sekolah/madasah. Konselor bertanggungjawab untuk mengembangkan diri peserta didik dengan keteladanan yang baik.
      Namun perlu senantiasa diingat bahwa peserta didik sebagai generasi yang unggul tidak akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya.  Mereka sungguh memerlukan lingkungan pendidikan subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi mereka dapat tumbuh dengan optimal.
      Dengan demikian, konselor memegang peran penting untuk menciptakan lingkungan tersebut guna merangsang segenap potensi peserta didik agar dapat berkembang secara optimal.
      Peran konselor dapat dimulai sejak anak-anak dimana mereka senang bermain.  Anak yang bermain diberikan rangsangan mental dalam bentuk pengalaman yang kaya, juga cenderung akan memiliki perkembangan jiwa yang sehat.  Pengalaman tersebut dapat berupa sentuhan yang hangat, senandung lagu yang merdu, dongeng yang indah yang dibacakan atau diceritakan langsung oleh konselor/pendidik dalam suasana menyenangkan, penuh kasih sayang dan hangat.
      Peserta didik yang memperoleh sentuhan emosional dari konselor akan tumbuh cerdas di kemudian hari.  Suasana yang penuh kasih sayang, mau menerima peserta didik sebagaimana adanya, menghargai potensinya, memberi rangsang-rangsang yang kaya untuk segala aspek perkembangannya, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik, semua sungguh merupakan jawaban bagi tumbuhnya generasi unggul masa depan.
     
      Pemahaman terhadap psikologi peserta didik
      Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari kemampuan pendidik (konselor) di dalam memahami peserta didiknya sebagai individu yang unik, di mana setiap peserta didik dipandang memiliki potensi yang berbeda-beda di antara satu peserta dengan peserta didik lainnya namun saling melengkapi dan berharga.  Apabila itu diibaratkan sebagai bunga-bunga aneka warna di suatu taman yang indah, mereka akan tumbuh  dan merekah bersama.
      Selain memahami bahwa setiap peserta didik merupakan individu yang unik, ada beberapa catatan lagi yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan upaya kita memahami psikologi peserta didik, yaitu bahwa peserta didik adalah :
  1. bukan orang dewasa mini
  2. pada dasarnya usia berapapun senang bermain
  3. masih dalam proses perkembangan dan senantiasa berkembang
  4. senang meniru
  5. kreatif
  6. daya juang tinggi untuk  selalu berhasil/sukses.

Mengembangkan kepribadian dan kreativitas
Selain kemampuan untuk dapat memahami peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sebaiknya konselor/pendidik juga dapat berperan aktif dalam proses perkembangan kepribadian dan kreativitas anak agar hubungan antara pendidik/konselor dan peserta didik dapat senantiasa terbuka sehingga terjalin hubungan yang hangat dan akrab, didasarkan suasana kasih sayang dan saling menghargai. Hubungan yang harmonis perlu diupayakan dengan tidak menyalahkan, memberi kuliah, tidak menasihati, tidak memberi ceramah, mengkritik, mencemooh, menyalahkan atau bahkan memerintah.  Dalam hal peserta didik mengungkapkan perasaan atau masalahnya, para konselor dan pendidik perlu membuka pintu lebar-lebar dan mengundang anak untuk berbicara lebih banyak.
Konselor perlu untuk selalu menjadi pendengar yang aktif, yaitu berusaha untuk mengerti perasaan dan arti pesan dari pengirimnya.  Konselor perlu merefleksikan arti pesan sebagai umpan balik dan bukan mengirimkan pesannya sendiri dalam bentuk penilaian, pendapat, ataupun nasihat atau kritik, tetapi murni sebagai apa yang dianggapnya sebagai arti pesan si pengirim.  Itu saja, tidak lebih.
Mendengar aktif memerlukan sejumlah sikap dasar tertentu agar dapat berfungsi secara efektif, di antaranya adalah :
1.      mau mendengar pesan peserta didik
2.      bersungguh-sungguh mau menolong peserta didik
3.      dapat menerima perasaan
4.      mempercayai kemampuan peserta didik
5.      menyadari bahwa perasaan tersebut hanya sementara.
6.      menyadari bahwa peserta didik adalah individu yang berbeda.

Kemampuan mendengar aktif akan mempengaruhi peserta didik agar merubah tingkah lakunya yang tidak dapat diterima secara ikhlas, tidak merasa disalahkan dan harga dirinya tidak direndahkan.  Guru dan konselor perlu memilih suatu cara, dan cara itu adalah “pesan diri” atau “pesan aku”, yaitu suatu cara yang tidak mengundang pertentangan atau pemberontakan peserta didik.  Dalam hal ini guru/konselor harus mengatakan kepada anak akibat dari tingkah lakunya tersebut terhadap guru/konselor.  Bukannya dengan mencap bahwa ada sesuatu yang buruk pada diri peserta didik akibat ia bertingkah laku demikian.
            Pesan diri di atas akan jauh lebih efektif untuk mempengaruhi peserta didik dibandingkan dengan cara sebelumnya, di samping juga ebih sehat untuk hubungan guru/konselor dengan pserta didik.  Dalam hal ini tanggung jawab untuk mengatakan bahwa anak itu “bodoh” atau “bandel”  Karena “pesan diri” merupakan suatu pesan yang jujur, maka pesan semacam itu cenderung akan mempengaruhi peserta didik untuk mengirimkan pesan yang jujur pula bilamana ia memiliki suatu perasaan tertentu.
            Guna mengatasi kemungkinan timbulnya konflik, konselor juga dapat melakukan usha untuk mengubah lingkungan, sehingga kebutuhan anak didik tetap dapat terpenuhi tanpa harus mengganggu guru/konselor. Misalnya :
1.      Memperkaya lingkungan, berupa penyediaan suatu tempat khusus dengan berbagai fasilitas, mainan, bahan bacaan, komputer, dan sebagainya.
2.      Menciptakan lingkungan, berupa penyediaan alat-alat yang mudah dijangkau dan diciptakan, seperti papan tulis, media konseling
3.      Merencanakan bersama, berupa usaha untuk membicarakan terlebih dahulu kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh sekolah dan sanksi bagi yang tidak mengikuti aturan, misal berenang, pramuka, KIR, palang merah remaja.

No comments:

Post a Comment