11/02/2015

Artikel Konseptual "Upaya Meningkatkan Kegiatan Bermain Peran Melalui Pementasan Drama Untuk Membentuk Karakter Siswa"



UPAYA MENINGKATKAN KEGIATAN BERMAIN PERAN MELALUI PEMENTASAN DRAMA UNTUK MEMBENTUK KARAKTER SISWA SMA KELAS XI

Dwi Putra W.S.AP
2101411102

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang

ABSTRAK
                        Drama merupakan komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Pembelajaran ekspresi drama pada dasarnya diharapkan pada segi ekspresinya, yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Metode bermain peran adalah salah satu proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode simulasi. Dengan metode bermain drama siswa dituntut untuk mengeluarkan pendapat, kreatifitas serta segala bentuk ekspresi sesuai dengan tokoh yang diperankan. Dalam karya tulis ini dibahas mengenai pelaksanaan pembelajaran ekspresi drama berupa pementasan drama dengan menggunakan metode bermain peran.
KATA KUNCI : Kegiatan bermain peran, Pementasan drama, Karakter siswa
1.      PENDAHULUAN
1. 1  Latar Belakang
Istilah “drama” semula berasal dari Yunani yang berarti perbuatan atau pertunjukan. Sebagai sebuah karya seni yang lainnya dasar karya sastra ini pun berasal dari kehidupan manusia dengan serba anekanya. Hanya bedanya, jika cerpen, novel, atau pun puisi, cara menikmati dan juga memahaminya dengan dibaca, berbeda dengan karya sastra drama yakni harus dengan cara menontonnya. Selain dengan cara menonton, cara menikmatinya pun dapat dengan membaca naskah atau skenario, tetapi hal itu bukanlah menikmati drama dalam arti yang sebenarnya. Sebuah skenario atau naskah drama, hakikatnya bukanlah sebuah drama karena unsur-unsur esensial sebuah “seni drama” belum kelihatan lengkap dan sempurna sebelum naskah tersebut dipentaskan. Drama merupakan komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan.
Pembelajaran sastra, khususnya drama di sekolah sampai saat ini masih menitikberatkan pada aspek kognitif atau pengetahuan saja. Akibatnya, para siswa hanya mampu mengetahui atau mungkin hafal istilah-istilah yang ada dalam teori drama, di antaranya judul naskah, ringkasan cerita, maupun nama pengarangnya. Keadaan seperti ini tentu saja tidak dapat dijadikan tuntutan agar siswa mampu aktif dalam suatu kegiatan.
Pembelajaran ekspresi drama pada dasarnya diharapkan pada segi ekspresinya, yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Itulah sebabnya, kegiatan ekspresi drama di kalangan para siswa merupakan masalah yang harus ditangani bersama. Di samping memiliki pengetahuan yang layak mengenai drama, diharapkan para siswa memiliki atensi yang pantas terhadap kegiatan drama. Bahkan bila dimungkinkan mampu melakukan kegiatan praktik berupa pementasan drama.
Metode bermain peran adalah salah satu proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode simulasi. Dawson mengemukakan bahwa simulasi merupakan suatu istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu model yang mereplikasi proses-proses perilaku. Sedangkan menurut Ali mengemukakan bahwa metode simulasi adalah suatu cara pengajaran dengan melakukan proses tingkah laku secara tiruana
Pada kenyataannya jarang sekali ada pengajar materi Bahasa Indonesia yang betul-betul menguasai teori dan praktik drama sekaligus. Biasanya para pengajar hanya menguasai kemampuan secara teori saja. Padahal, kemampuan teori tanpa dibarengidengan kemampuan praktik akan terasa hambar. Barangkali para guru kurang menaruh minat terhadap bidang ekspresi drama karena beranggapan bahwa dirinya akan menemui banyak kesulitan, takut pada bayangan sebelum mencobanya. Hal yang demikian tentu saja tidak dapat merangsang minat siswa untuk gemar menggeluti kajian drama. Siswa menjadi kurang dapat menghayati dan menikmati keindahan yang timbul dari kegiatan ekspresi drama karena guru tidak pernah mengajarkannya.
1. 2  Rumusan Masalah
a.       Bagaimana peningkatan kemampuan bermain peran pada kelas XI SMA!
b.      Mengapa bermain peran dapat membentuk karakter siswa pada kelas XI SMA!
c.       Bagaiman karakter siswa kelas XI SMA setelah bermain peran!
1. 3  Tujuan Penulisan
a.       Mengetahui peningkata kemampuan bermain peran untuk membentuk karakter siswa pada kelas XI SMA.
b.      Mengetahui bermain peran dapat membentuk karakter siswa pada kelas XI SMA
c.       Untuk mengetahui karakter siswa kelas XI SMA setelah bermain peran!
1. 4  Manfaat
Pementasan drama diharapkan berpengaruh pada segi ekspresi siswa yakni melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Selain memiliki pengetahuan yang layak mengenai drama, diharapkan para siswa memiliki atensi yang pantas terhadap kegiatan drama. Bahkan bila dimungkinkan mampu melakukan kegiatan praktik berupa pementasan drama yang akan membentuk karakter siswa.
2.      KONSEP DASAR BERMAIN PERAN
Pengertian bermain peran menurut buku didaktik metodik di Taman Kanak-kanak (Depdikbud 1998:37) adalah memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda di sekitar anak dengan tujuan mengembangkan daya hayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan yang dilaksanakan.
Bermain peran atau disebut juga dramatic play mulai tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya kemampuan anak untuk berpikir simbolik. Dalam bermain peran atau khayal ini, misalnya anak tampak sedang menyuapi boneka, mengajak bicara dan bermain, mengajari boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya. Sekelompok anak dapat bekerja sama menciptakan jalan cerita sendiri dalam berbagai kegiatan bermain ini.
Metode bermain peran (Depdiknas, 2005:13) “adalah cara memberikan pengalaman kepada anak melalui bermain peran, yakni anak diminta memainkan peran tertentu dalam suatu permainan peran”. Misalnya, bermain jual beli sayur, bermain menolong anak jatuh, bermain menyayangi keluarga, dan lain-lain. (Mayke, 2000:57) “Bermain peran diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih”.
Menurut Catherine Garvey (Mayke. S Tedjasaputra, 2000: 34) menemukan bahwa “pada umumnya anak-anak menyukai bermain peran (dramatik), mulai main ibu-ibuan dengan bonekanya, main sekolah-sekolahan, atau menjadi ayah dan ibu”. Butir-butir berikut yang dapat digunakan dalam memberi pijakan pengalaman sebelum main peran:
1)      Membaca buku yang terkait dengan pengalaman atau mendatangkan nara sumber
2)      Mengenalkan kosa kata baru dan peran-peran
3)      Menjelaskan urutan kegiatan main peran
4)      Menjelaskan cara menggunakan alat
5)      Mendiskusikan semua gagasan main
Bermain peran menurut Winda (2008:10-11) mempunyai makna penting bagi perkembangan anak usia dini karena dapat:
a.       Mengembangkan daya khayal (imajinasi)
b.      Mengenali kreativitas anak
c.       Melati motorik kasar anak untuk bergerak
d.      Melati penghayatan anak terhadap peran tertentu
e.       Menggali perasaan anak
Penggunaan metode ini juga memupuk adanya pemahaman peran sosial yang melibatkan interaksi verbal paling tidak dengan satu orang lain. Metode ini membantu anak untuk mempelajari lebih dalam mengenai dirinya sendiri, kelurganya, dan masyarakat sekitarnya, dalam menjelaskan perannya berdasarkan pengalaman dalam belajar memutuskan dan memilih berbagai informasi yang relevan. Hal ini membantu mengembangkan kemampuan intelektual anak dan juga belajar dari temanya tentang cara-cara berinteraksi dalam kondisi sosiodramatik, serta belajar berkonsentrasi dalam satu tema drama dalam waktu tertentu.
Area ini juga memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan sosial dan emosionalnya seperti mangatasi rasa takut dengan memerangkan berbagai tokoh yang sebenarnya bagi mereka menakutkan contoh: seorang anak yang takut di suntik memerangkan tokoh sebagai pasien sehingga metode ini juga berfungsi sebagai kahtharsis (pelepas emosi dan terapis)
Manfaat metode bermain peran Fledman J.R (1997) mengatakan bahwa:
Di dalam area drama, anak-anak memiliki kesempatan untuk bermain peran dalam situasi kehidupn yang sebenarnya melepaskan emosi, mempraktekkan kemampuan berbahasa, membangun keterampilan sosial dan mengekspresikan diri dengn kreatif.
Tujuan bermain peran adalah sebagai berikut :
a.       Anak dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan
b.      Memperoleh wawasan (insight) tentang sikap–sikap, nilai-nilai dan persepsinya.
c.       Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi
d.      Mengembangkan kreativitas dengan membuat jalan cerita atas inisiatif anak
e.       Melatih daya tangkap
f.       Melati daya konsentrasi
g.      Melatih membuat kesimpulan
h.      Membuat pengembangan kognitif
i.        Membantu perkembangan fantasi
j.        Menciptakan suasana yang menyenangkan
k.      Mencapai kemampuan berkomunikasi secara spontan/berbicara lancer
l.        Membangun pemikiran yang analisis dan kritis
m.    Membangun aspek afektif melalui penghayatan isi cerita
n.      Membangun sikap positif dalam diri anak
o.      Untuk membawa siuasi yang sebenarnya ke dalam bentuk simulasi miniatur kehidupan
p.      Untuk membuat variasi yang menarik dalam kegiatan pengembangan
Dalam program pengembangan komunikasi ini yang menjadi sasaran utama adalah anak usia dini dengan menekankan pada peningkatan struktur bahasa yang sederhana, peningkatan kemampuan berekspresi melalui bahasa yang tepat. Kemampuan komunikasi yang efektif dapat membangkitkan minat bahasa dan pengembangan kemampuan meningkatkan perasaan, sikap yang tepat yang kemudian disederhanakan dalam bentuk aspek-aspek perilaku.
Menurut Seto (2004: 49), sebagai wujud tugas perkembangan bahasa anak yaitu:
1)      Anak dapat menyebutkan beberapa nama anggota tubuh dan bagian-bagiannya serta benda-benda disekitarnya.
2)      Dapat menyebutkan bermacam-macam kata dengan pengucapan yang benar dan menggolongkan berdasarkan jenisnya.
3)      Mampu menjawab tentang isi cerita dalam peran yang telah dilihatnya.
4)      Dapat melaksanakan perintah yang diberikan.
5)      Bisa mengucapkan, membedakan, dan melengkapi kalimat sederhana yang salah dan benar.
6)      Dapat menceritakan pengalamannya secara sederhana.
7)      Dapat menunjukkan sikap dan perasaan terhadap suatu pernyataan atau kejadian.
8)      Dapat bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia yang baik secara sederhana.
9)      Dapat menyampaikan pesan kepada orang lain dengan benar dan lengkap.
10)  Dapat melihat hubungan gambar dan tulisan.
Secara struktural lakon atau cerita drama terdiri atas lima bagian, (Juanda, 2002: 75) yakni: a)  Pemaparan atau eksposisi yaitu bagian lakon drama yang berisi pembeberan atau penjelasan mengenai situasi awal suatu cerita. Pada bagian ini, akan ditampilkan hal-hal yang berhubungan dengan waktu, tempat, serta aspek-aspek psikologis tokoh. Melalui bagian inilah tema cerita atau sering disebut pula dengan premis diperkenalkan demikian rupa sehingga penonton atau penikmatnya mengetahui konflik. Walaupun selama berlangsung pemaparan tersebut, situasi masih dalam keseimbangan artinya belum terjadi konflik yang sebenarnya. b) Penguatan atau komplikasi yaitu drama yang secara jelas menunjukkan adanya konflik yang sebenarnya. Dalam bagian ini tampak keseimbangan mulai terganggu, terutama karena adanya atau munculnya perbuatan-perbuatan perangsang. Pada bagian inilah pengarang mempertemukan protagonis dengan antagonis untuk membranous konflik yang merupakan dasar sebuah cerita drama. c)  Puncak atau klimaks yaitu bagian cerita yang merupakan puncak ketegangan cerita, merupakan titik perselisihan paling tinggi antara protagonis dengan antagonis. Bagian ini merupakan bagian cerita paling penting. Dengan demikian, sudah tidak mungkin diperhebatkan lagi. d) Peleraian atau anti klimaks yaitu bagian tempat pengarang mengetengahkan pemecahan konflik. e)  Penyelesaian atau konklusi yaitu bagian cerita yang berfungsi mengembalikan lakon pada keseimbangan awal.
2.1.     ORGANISASI BERMAIN PERAN
Pola organisasi disesuaikan dengan tujuan-tujuan yang menuntut bentuk partisipasi tertentu, yaitu pemain, pengamat, dan pengkaji. Ada tiga organisasi, yang dipaparkan oleh hamalik (2005 : 199 ) yakni sebagai berikut: 1)  Bermain peran tunggal (single role-play). Mayoritas siswa bertindak sebagai pengamat terhadap permainan yang sedang dipertunjukkan (sosiodrama). Tujuannya adalah untuk membentuk sikap dan nilai. 2) Bermain peran jamak (Multiple role-play). Para siswa dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok dengan banyak anggota yang sama dan penentuannya disesuaikan dengan banyaknya peran yang dibutuhkan. Tiap peserta memegang dan memainkan peran tertentu dalam kelompoknya masing-masing. Tujuannya juga untuk mengembangkan sikap. 3) Peranan ulangan (role repetition). Peranan utama dalam suatu drama atau simulasi dapat dilakukan oleh setiap siswa bergiliran. Dalam situasi seperti itu setiap siswa belajar melakukan, mengamati, dan membandingkan perilaku yang ditampilkan oleh pemeran sebelumnya. Pendekatan itu banyak dilaksanakan dalam rangka mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif.
PENGAJARAN DRAMA DI SEKOLAH
Rahmanto (di dalam Djumingin, 2004: 43) memaparkan tentang penahapan penyajian drama sebagai berikut:
1.      Pelacakan Pendahuluan
Sebelum guru menyajikan naskah drama di kelas, sebaiknya ia lebih dahulu menyeleksi dan menguasai isi drama itu, ia mendahului dengan menceritakan secara singkat pokok persoalan dalam naskah drama.
2.      Penentuan Sikap Praktis
Guru sebaiknya menyampaikan drama baik melalui cerita atau memperlihatkan contoh pementasan melalui rekaman video, dan tindakan lain yang dapat membangkitkan minat siswa untuk mempelajari drama.
3.      Introduksi dan Penyajian
-          Setiap siswa diberi teks agar ia dapat mempelajari
-          Diajukan pertanyaan-pertanyaan sekilas isi drama untuk mengetahui pemahaman siswa akan isi drama dan memancing mereka untuk secara tidak langsung membaca drama secara berulang-ulang.
-          Mendiskusikan fakta lewat pertanyaan-pertanyaan.
-          Memilih salah seorang siswa sebagai sutradara yang tidak hanya memahami alur cerita, tetapi juga dapat membaca arah penampilan panggung dan bila perlu dapat menggambarkan situasi serta memberi komentar spontan dan jelas.
4.      Diskusi
Pertanyaan dalam diskusi ini sebagai upaya untuk membantu pemahaman siswa dan mendorong pemeran untuk meneliti makna adegan dengan lebih jeli.
5.      Pengukuhan
Pengukuhan dapat dilakukan dengan cara melaporkan pementasan, menuliskan dialog, membuat adegan, mencari cerita pendek, novel yang dapat diubah menjadi teks drama atau sebaliknya drama diubah menjadi cerpen/novel/sinopsis.
6.      Diskusi lanjut
Di samping pembahasan yang mendalam tentang isi teks, diskusi hendaknya disertai dengan peragaan praktis adegan-adegan tertentu.
7.      Praktek percobaan
Percobaan ini dapat memanfaatkan gedung sekolah dengan cara membagi kelompok. Setiap kelompok diberi tugas untuk mempelajari adegan tertentu, kemudian memerankannya dengan versi mereka sendiri untuk diamati oleh teman-teman sekelasnya yang lainnya. Cara ini cocok untuk menumbuhkan pemikiran baru, saran-saran dan perbaikan pada praktek pementasan selanjutnya.
8.      Latihan mengucapkan dialog
-          Semua siswa diajak untuk memperhatikan lafal, lagu, tekanan, jeda, tempo, ekspresi wajah dan suasana keheningan.
-          Guru selalu siap untuk mendemonstrasikan bagaimana mengucapkan dialog dan berakting dengan baik.
-          Guru memilih para pemain yang tepat dan penghafalan teks dimulai.
-          Proses memilih para pemain yang tepat dan penghafalan teks dimulai.
-          Proses penghafalan teks ini dapat diulang-ulang dengan menekankan nilai dramatis di tempat-tempat tertentu dalam teks tersebut.
9.      Akting
-          Kapan seorang pemain harus muncul, bagaimana posisinya, kapan harus mengubah posisinya, gerakan-gerakan apa yang harus dilakukan agar dapat menimbulkan efek dramatis, kapan harus diam dan kapan harus berkata-kata atau berteriak.
-          Unsur gerak dan kata-kata dapat dipadukan dalam bentuk lakon sehingga permainan akan menjadi lebih hidup.
10.  Pementasan
-          Guru harus menentukan pementasan macam apa yang diinginkan. Apabila pentas drama untuk umum, maka guru harus bertindak sebagai produser, melatih secara khusus, membagi tugas untuk pementasan.
-          Guru tidak perlu mempersiapkan perlengkapan lengkap jika drama tidak dipentaskan untuk umum.
3.      METODE PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN
Bermain peran atau disebut juga dramatic play mulai tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya kemampuan anak untuk berpikir simbolik. Dalam bermain peran atau khayal ini, misalnya anak tampak sedang menyuapi boneka, mengajak bicara dan bermain, mengajari boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya. Sekelompok anak dapat bekerja sama menciptakan jalan cerita sendiri dalam berbagai kegiatan bermain ini.
Metode bermain peran (Depdiknas, 2005:13) “adalah cara memberikan pengalaman kepada anak melalui bermain peran, yakni anak diminta memainkan peran tertentu dalam suatu permainan peran”. Misalnya, bermain jual beli sayur, bermain menolong anak jatuh, bermain menyayangi keluarga, dan lain-lain. (Mayke, 2000:57) “Bermain peran diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih”.
Penggunaan metode ini juga memupuk adanya pemahaman peran sosial yang melibatkan interaksi verbal paling tidak dengan satu orang lain. Metode ini membantu anak untuk mempelajari lebih dalam mengenai dirinya sendiri, kelurganya, dan masyarakat sekitarnya, dalam menjelaskan perannya berdasarkan pengalaman dalam belajar memutuskan dan memilih berbagai informasi yang relevan. Hal ini membantu mengembangkan kemampuan intelektual anak dan juga belajar dari temanya tentang cara-cara berinteraksi dalam kondisi sosiodramatik, serta belajar berkonsentrasi dalam satu tema drama dalam waktu tertentu.
Area ini juga memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan sosial dan emosionalnya seperti mangatasi rasa takut dengan memerangkan berbagai tokoh yang sebenarnya bagi mereka menakutkan contoh: seorang anak yang takut di suntik memerangkan tokoh sebagai pasien sehingga metode ini juga berfungsi sebagai kahtharsis (pelepas emosi dan terapis)
Manfaat metode bermain peran Fledman J.R (1997) mengatakan bahwa:
Di dalam area drama, anak-anak memiliki kesempatan untuk bermain peran dalam situasi kehidupn yang sebenarnya melepaskan emosi, mempraktekkan kemampuan berbahasa, membangun keterampilan sosial dan mengekspresikan diri dengn kreatif.
Role playing bisa dipakai untuk murid segala usia. Bila role play digunakan pada anak-anak, maka kerumitan situasi dalam peran harus diminimalisir. Tetapi bila kita tetap memertahankan kesederhanaannya karena rentang perhatian mereka terbatas, maka permainan peran juga bisa digunakan dalam mengajar anak-anak prasekolah.
Kesalahan-kesalahan itu bisa menguji beberapa solusi untuk masalah-masalah yang sangat nyata, dan penerapannya bisa segera dilakukan. Permainan peran juga memenuhi beberapa prinsip yang sangat mendasar dalam proses belajar mengajar, misalnya keterlibatan murid dan motivasi yang hakiki. Suasana yang positif sering kali menyebabkan seseorang bisa melihat dirinya sendiri seperti orang lain melihat dirinya.
Keterlibatan para peserta permainan peran bisa menciptakan baik perlengkapan emosional maupun intelektual pada masalah yang dibahas. Bila  seorang guru yang terampil bisa dengan tepat menggabungkan masalah yang dihadapi dengan kebutuhan dalam kelompok, maka kita bisa mengharapkan penyelesaian dari masalah-masalah hidup yang realistis.
Permainan peran bisa pula menciptakan suatu rasa kebersamaan dalam kelas. Meskipun pada awalnya permainan peran itu tampak tidak menyenangkan, namun ketika kelas mulai belajar saling percaya dan belajar berkomitmen dalam proses belajar, maka "sharing" mengenai analisa seputar situasi yang dimainkan akan membangun persahabatan yang tidak ditemui dalam metode mengajar monolog seperti dalam pelajaran.
3.1.   KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MENGAJARKAN DRAMA BAGI SISWA
Role playing bisa dipakai untuk murid segala usia. Bila role play digunakan pada anak-anak, maka kerumitan situasi dalam peran harus diminimalisir. Tetapi bila kita tetap memertahankan kesederhanaannya karena rentang perhatian mereka terbatas, maka permainan peran juga bisa digunakan dalam mengajar anak-anak prasekolah.
Kesalahan-kesalahan itu bisa menguji beberapa solusi untuk masalah-masalah yang sangat nyata, dan penerapannya bisa segera dilakukan. Permainan peran juga memenuhi beberapa prinsip yang sangat mendasar dalam proses belajar mengajar, misalnya keterlibatan murid dan motivasi yang hakiki. Suasana yang positif sering kali menyebabkan seseorang bisa melihat dirinya sendiri seperti orang lain melihat dirinya.
Keterlibatan para peserta permainan peran bisa menciptakan baik perlengkapan emosional maupun intelektual pada masalah yang dibahas. Bila  seorang guru yang terampil bisa dengan tepat menggabungkan masalah yang dihadapi dengan kebutuhan dalam kelompok, maka kita bisa mengharapkan penyelesaian dari masalah-masalah hidup yang realistis.
Permainan peran bisa pula menciptakan suatu rasa kebersamaan dalam kelas. Meskipun pada awalnya permainan peran itu tampak tidak menyenangkan, namun ketika kelas mulai belajar saling percaya dan belajar berkomitmen dalam proses belajar, maka "sharing" mengenai analisa seputar situasi yang dimainkan akan membangun persahabatan yang tidak ditemui dalam metode mengajar monolog seperti dalam pelajaran.
Walaupun metode ini banyak memberi keuntungan dalam penggunaannya namun sebagaiman juga metode-metode mengajar lainnya metode ini mengandung beberapa kelemahan diantaranya:
1.      Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan dengan sungguh-sumgguh.
2.      Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung.
3.      Bermain peran tidak selamanya menujub pada arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkannya.
4.      Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika mereka tidak diarahkan atau ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang akan diperankan.
5.      Bermain memakan waktu yang banyak.
6.      Untuk berjalan baiknya sebuah bermain peran, diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal sehingga dapat bekerja sama dengan baik
Dengan mengajarkan drama kepada siswa, maka ada beberapa keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh oleh siswa ber­sangkutan, yaitu:
1)  Cara efektif untuk menolong anak belajar konsep-konsep, prinsip-prinsip dan sifat-sifat manusia yang abstrak.
2)   Kemampuan anak untuk berkonsentrasi terbatas (15 menit), lebih dari itu akan sulit. Oleh karena itu, mendengarkan satu orang yang berbicara secara monoton akan membuat anak cepat bosan. Dengan drama anak mendapat lebih banyak variasi sehingga anak bisa bertahan duduk dan mendengarkan cerita lebih lama.
3)  Dengan mendengar dan melihat cerita lewat drama, anak akan mengingat apa yang diajarkan lebih baik; apalagi untuk anak-anak yang terlibat langsung dalam memainkan drama.
4)  Melalui drama, anak akan mendapatkan kesan emosi yang mendalam karena dengan melihat secara langsung adegan itu dimainkan, anak akan mendapatkan kesan emosi tidak mudah dilupakan.
5)  Bagi anak-anak yang terlibat dalam memainkan drama, mereka dapat belajar untuk mengekspresikan emosi-emosi tertentu.
6)  Melatih anak untuk berani berdiri di depan umum dan memberikan rasa percaya diri kalau mereka berhasil melakukannya.
7)  Membangun kemampuan kerja sama dalam kelompok.
8)  Mendorong anak berkreasi dan mengembangkan talenta yang ada.
4.      PENUTUP
4. 1  SIMPULAN
Sebagai hasil kreasi dan ekspresi jiwa, karya sastra mampu mengungkap fenomena kehidupan, gejolak jiwa, pikiran, perasaan, ide, maupun gairah kreativitas yang berkecamuk dalam diri manusia. Amat disayangkan bila seluruh potensi yang dimiliki manusia tersebut terbuang dengan percuma, tanpa dikembangkan, tanpa disalurkan karena tanpa adanya wadah kegiatan untuk menampungnya. Ada baiknya bila dibentuk suatu wadah kegiatan agar potensi-potensi tadi bisa berubah menjadi suatu prestasi. Nah, salah satu bentuk wadah kegiatan yang dapat ditawarkan adalah kegiatan drama.
Dengan mengikuti kegiatan bermain peran, siswa dapat memetik berbagai manfaat yang terkandung dalam karya drama, yang banyak mengungkap dramatiknya gelombang kehidupan manusia yang penuh dinamika. Di samping itu, dalam kegiatan tersebut siswa akan terlatih untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan sosial, seperti memiliki rasa tanggung jawab, bekerja sama dalam kelompok, setia kawan, dan mampu bahu-membahu demi tercapainya tujuan bersama. Dengan demikian, siswa dapat diarahkan pada suatu kegiatan yang positif.

4. 2  SARAN
Agar dapat menyampaikan materi pembelajaran drama dengan baik diperlukan pengajar yang benar-benar mampu dan menguasai seluk-beluk drama, baik secara teori maupun praktik. Penguasaan teori dan praktik secara bersama sangat penting agar nantinya para siswa mampu menerapkan teori yang diperolehnya pada saat proses belajar mengajar berlangsung, ke dalam bentuk praktik pementasan naskah drama. Untuk dapat menghasilkan hasil pementasan yang bermutu, tentu saja diperlukan keterlibatan bimbingan pengajar yang kompeten.
DAFTAR PUSTAKA
Seto, 2004. Bermain dan Kreatifitas. Jakarta. Papas Sinar Sinanti.
Hanafiyah dan Cucu Suhana, Konsep Srategi Pembelajaran, Bandung: Refika Aditama,2009, hlm. 47-48
Depdiknas. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif. Jakarta: Depdiknas.

1 comment: