UPAYA MENINGKATKAN KEGIATAN BERMAIN PERAN MELALUI PEMENTASAN DRAMA UNTUK MEMBENTUK KARAKTER SISWA SMA KELAS XI
Dwi Putra W.S.AP
2101411102
Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas
Bahasa dan Seni
Universitas
Negeri Semarang
ABSTRAK
Drama merupakan
komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan
watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Pembelajaran
ekspresi drama pada dasarnya diharapkan pada segi ekspresinya, yang melibatkan
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Metode bermain peran adalah salah satu
proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode simulasi. Dengan metode
bermain drama siswa dituntut untuk mengeluarkan pendapat, kreatifitas serta
segala bentuk ekspresi sesuai dengan tokoh yang diperankan. Dalam karya tulis
ini dibahas mengenai pelaksanaan pembelajaran ekspresi drama berupa pementasan
drama dengan menggunakan metode bermain peran.
KATA
KUNCI : Kegiatan bermain peran, Pementasan
drama, Karakter siswa
1.
PENDAHULUAN
1. 1 Latar
Belakang
Istilah
“drama” semula berasal dari Yunani yang berarti perbuatan atau pertunjukan.
Sebagai sebuah karya seni yang lainnya dasar karya sastra ini pun berasal dari
kehidupan manusia dengan serba anekanya. Hanya bedanya, jika cerpen, novel,
atau pun puisi, cara menikmati dan juga memahaminya dengan dibaca, berbeda
dengan karya sastra drama yakni harus dengan cara menontonnya. Selain dengan
cara menonton, cara menikmatinya pun dapat dengan membaca naskah atau skenario,
tetapi hal itu bukanlah menikmati drama dalam arti yang sebenarnya. Sebuah
skenario atau naskah drama, hakikatnya bukanlah sebuah drama karena unsur-unsur
esensial sebuah “seni drama” belum kelihatan lengkap dan sempurna sebelum
naskah tersebut dipentaskan. Drama merupakan komposisi syair atau prosa yang
diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku
(akting) atau dialog yang dipentaskan.
Pembelajaran
sastra, khususnya drama di sekolah sampai saat ini masih menitikberatkan pada
aspek kognitif atau pengetahuan saja. Akibatnya, para siswa hanya mampu
mengetahui atau mungkin hafal istilah-istilah yang ada dalam teori drama, di
antaranya judul naskah, ringkasan cerita, maupun nama pengarangnya. Keadaan
seperti ini tentu saja tidak dapat dijadikan tuntutan agar siswa mampu aktif
dalam suatu kegiatan.
Pembelajaran
ekspresi drama pada dasarnya diharapkan pada segi ekspresinya, yang melibatkan
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Itulah sebabnya, kegiatan ekspresi
drama di kalangan para siswa merupakan masalah yang harus ditangani bersama. Di
samping memiliki pengetahuan yang layak mengenai drama, diharapkan para siswa
memiliki atensi yang pantas terhadap kegiatan drama. Bahkan bila dimungkinkan
mampu melakukan kegiatan praktik berupa pementasan drama.
Metode
bermain peran adalah salah satu proses belajar mengajar yang tergolong dalam
metode simulasi. Dawson mengemukakan bahwa simulasi merupakan suatu istilah
umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu model yang
mereplikasi proses-proses perilaku. Sedangkan menurut Ali mengemukakan bahwa
metode simulasi adalah suatu cara pengajaran dengan melakukan proses tingkah
laku secara tiruana
Pada
kenyataannya jarang sekali ada pengajar materi Bahasa Indonesia yang
betul-betul menguasai teori dan praktik drama sekaligus. Biasanya para pengajar
hanya menguasai kemampuan secara teori saja. Padahal, kemampuan teori tanpa dibarengidengan
kemampuan praktik akan terasa hambar. Barangkali para guru kurang menaruh minat
terhadap bidang ekspresi drama karena beranggapan bahwa dirinya akan menemui
banyak kesulitan, takut pada bayangan sebelum mencobanya. Hal yang demikian
tentu saja tidak dapat merangsang minat siswa untuk gemar menggeluti
kajian drama. Siswa menjadi kurang dapat menghayati dan menikmati keindahan
yang timbul dari kegiatan ekspresi drama karena guru tidak pernah
mengajarkannya.
1. 2
Rumusan Masalah
a. Bagaimana
peningkatan kemampuan bermain peran pada kelas XI SMA!
b. Mengapa
bermain peran dapat membentuk karakter siswa pada kelas XI SMA!
c. Bagaiman
karakter siswa kelas XI SMA setelah bermain peran!
1. 3
Tujuan Penulisan
a. Mengetahui
peningkata kemampuan bermain peran untuk membentuk karakter siswa pada kelas XI
SMA.
b. Mengetahui
bermain peran dapat membentuk karakter siswa pada kelas XI SMA
c. Untuk
mengetahui karakter siswa kelas XI SMA setelah bermain peran!
1. 4
Manfaat
Pementasan
drama diharapkan berpengaruh pada segi ekspresi siswa yakni melibatkan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Selain memiliki pengetahuan yang layak
mengenai drama, diharapkan para siswa memiliki atensi yang pantas terhadap
kegiatan drama. Bahkan bila dimungkinkan mampu melakukan kegiatan praktik
berupa pementasan drama yang akan membentuk karakter siswa.
2.
KONSEP
DASAR BERMAIN PERAN
Pengertian
bermain peran menurut buku didaktik metodik di Taman Kanak-kanak (Depdikbud
1998:37) adalah memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda di sekitar anak dengan
tujuan mengembangkan daya hayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan yang
dilaksanakan.
Bermain
peran atau disebut juga dramatic play mulai tampak sejalan dengan mulai
tumbuhnya kemampuan anak untuk berpikir simbolik. Dalam bermain peran atau
khayal ini, misalnya anak tampak sedang menyuapi boneka, mengajak bicara dan
bermain, mengajari boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya. Sekelompok
anak dapat bekerja sama menciptakan jalan cerita sendiri dalam berbagai
kegiatan bermain ini.
Metode
bermain peran (Depdiknas, 2005:13) “adalah cara memberikan pengalaman kepada
anak melalui bermain peran, yakni anak diminta memainkan peran tertentu dalam
suatu permainan peran”. Misalnya, bermain jual beli sayur, bermain menolong
anak jatuh, bermain menyayangi keluarga, dan lain-lain. (Mayke, 2000:57)
“Bermain peran diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda,
situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih”.
Menurut
Catherine Garvey (Mayke. S Tedjasaputra, 2000: 34) menemukan bahwa “pada
umumnya anak-anak menyukai bermain peran (dramatik), mulai main ibu-ibuan
dengan bonekanya, main sekolah-sekolahan, atau menjadi ayah dan ibu”.
Butir-butir berikut yang dapat digunakan dalam memberi pijakan pengalaman
sebelum main peran:
1) Membaca
buku yang terkait dengan pengalaman atau mendatangkan nara sumber
2) Mengenalkan
kosa kata baru dan peran-peran
3) Menjelaskan
urutan kegiatan main peran
4) Menjelaskan
cara menggunakan alat
5)
Mendiskusikan semua
gagasan main
Bermain peran menurut Winda (2008:10-11)
mempunyai makna penting bagi perkembangan anak usia dini karena dapat:
a.
Mengembangkan daya
khayal (imajinasi)
b. Mengenali
kreativitas anak
c. Melati
motorik kasar anak untuk bergerak
d. Melati
penghayatan anak terhadap peran tertentu
e.
Menggali perasaan anak
Penggunaan metode ini juga memupuk
adanya pemahaman peran sosial yang melibatkan interaksi verbal paling tidak
dengan satu orang lain. Metode ini membantu anak untuk mempelajari lebih dalam
mengenai dirinya sendiri, kelurganya, dan masyarakat sekitarnya, dalam
menjelaskan perannya berdasarkan pengalaman dalam belajar memutuskan dan
memilih berbagai informasi yang relevan. Hal ini membantu mengembangkan
kemampuan intelektual anak dan juga belajar dari temanya tentang cara-cara
berinteraksi dalam kondisi sosiodramatik, serta belajar berkonsentrasi dalam
satu tema drama dalam waktu tertentu.
Area ini juga memberikan kesempatan
kepada anak untuk mengembangkan kemampuan sosial dan emosionalnya seperti
mangatasi rasa takut dengan memerangkan berbagai tokoh yang sebenarnya bagi
mereka menakutkan contoh: seorang anak yang takut di suntik memerangkan tokoh
sebagai pasien sehingga metode ini juga berfungsi sebagai kahtharsis (pelepas
emosi dan terapis)
Manfaat metode bermain peran Fledman J.R
(1997) mengatakan bahwa:
Di dalam area drama, anak-anak memiliki kesempatan untuk bermain peran dalam situasi kehidupn yang sebenarnya melepaskan emosi, mempraktekkan kemampuan berbahasa, membangun keterampilan sosial dan mengekspresikan diri dengn kreatif.
Di dalam area drama, anak-anak memiliki kesempatan untuk bermain peran dalam situasi kehidupn yang sebenarnya melepaskan emosi, mempraktekkan kemampuan berbahasa, membangun keterampilan sosial dan mengekspresikan diri dengn kreatif.
Tujuan bermain peran adalah sebagai
berikut :
a.
Anak dapat
mengeksplorasi perasaan-perasaan
b. Memperoleh
wawasan (insight) tentang sikap–sikap, nilai-nilai dan persepsinya.
c. Mengembangkan
keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi
d. Mengembangkan
kreativitas dengan membuat jalan cerita atas inisiatif anak
e. Melatih
daya tangkap
f. Melati
daya konsentrasi
g. Melatih
membuat kesimpulan
h. Membuat
pengembangan kognitif
i.
Membantu perkembangan
fantasi
j.
Menciptakan suasana
yang menyenangkan
k. Mencapai
kemampuan berkomunikasi secara spontan/berbicara lancer
l.
Membangun pemikiran
yang analisis dan kritis
m. Membangun
aspek afektif melalui penghayatan isi cerita
n. Membangun
sikap positif dalam diri anak
o. Untuk
membawa siuasi yang sebenarnya ke dalam bentuk simulasi miniatur kehidupan
p.
Untuk membuat variasi
yang menarik dalam kegiatan pengembangan
Dalam program pengembangan komunikasi
ini yang menjadi sasaran utama adalah anak usia dini dengan menekankan pada
peningkatan struktur bahasa yang sederhana, peningkatan kemampuan berekspresi
melalui bahasa yang tepat. Kemampuan komunikasi yang efektif dapat
membangkitkan minat bahasa dan pengembangan kemampuan meningkatkan perasaan,
sikap yang tepat yang kemudian disederhanakan dalam bentuk aspek-aspek
perilaku.
Menurut Seto
(2004: 49), sebagai wujud tugas perkembangan bahasa anak yaitu:
1)
Anak dapat menyebutkan
beberapa nama anggota tubuh dan bagian-bagiannya serta benda-benda
disekitarnya.
2) Dapat
menyebutkan bermacam-macam kata dengan pengucapan yang benar dan menggolongkan
berdasarkan jenisnya.
3) Mampu
menjawab tentang isi cerita dalam peran yang telah dilihatnya.
4) Dapat
melaksanakan perintah yang diberikan.
5) Bisa
mengucapkan, membedakan, dan melengkapi kalimat sederhana yang salah dan benar.
6) Dapat
menceritakan pengalamannya secara sederhana.
7) Dapat
menunjukkan sikap dan perasaan terhadap suatu pernyataan atau kejadian.
8) Dapat
bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia yang baik secara sederhana.
9) Dapat
menyampaikan pesan kepada orang lain dengan benar dan lengkap.
10)
Dapat melihat hubungan
gambar dan tulisan.
Secara
struktural lakon atau cerita drama terdiri atas lima bagian, (Juanda, 2002: 75)
yakni: a) Pemaparan atau eksposisi yaitu bagian lakon drama yang
berisi pembeberan atau penjelasan mengenai situasi awal suatu cerita. Pada
bagian ini, akan ditampilkan hal-hal yang berhubungan dengan waktu, tempat,
serta aspek-aspek psikologis tokoh. Melalui bagian inilah tema cerita atau
sering disebut pula dengan premis diperkenalkan demikian rupa sehingga penonton
atau penikmatnya mengetahui konflik. Walaupun selama berlangsung pemaparan
tersebut, situasi masih dalam keseimbangan artinya belum terjadi konflik yang
sebenarnya. b) Penguatan atau komplikasi yaitu drama yang secara jelas
menunjukkan adanya konflik yang sebenarnya. Dalam bagian ini tampak
keseimbangan mulai terganggu, terutama karena adanya atau munculnya
perbuatan-perbuatan perangsang. Pada bagian inilah pengarang mempertemukan
protagonis dengan antagonis untuk membranous konflik yang merupakan dasar
sebuah cerita drama. c) Puncak atau klimaks yaitu bagian cerita yang
merupakan puncak ketegangan cerita, merupakan titik perselisihan paling tinggi
antara protagonis dengan antagonis. Bagian ini merupakan bagian cerita paling
penting. Dengan demikian, sudah tidak mungkin diperhebatkan lagi. d) Peleraian
atau anti klimaks yaitu bagian tempat pengarang mengetengahkan pemecahan
konflik. e) Penyelesaian atau konklusi yaitu bagian cerita yang berfungsi
mengembalikan lakon pada keseimbangan awal.
2.1. ORGANISASI BERMAIN PERAN
Pola
organisasi disesuaikan dengan tujuan-tujuan yang menuntut bentuk partisipasi
tertentu, yaitu pemain, pengamat, dan pengkaji. Ada tiga organisasi, yang
dipaparkan oleh hamalik (2005 : 199 ) yakni sebagai berikut:
1) Bermain peran tunggal (single role-play). Mayoritas siswa
bertindak sebagai pengamat terhadap permainan yang sedang dipertunjukkan
(sosiodrama). Tujuannya adalah untuk membentuk sikap dan nilai. 2) Bermain
peran jamak (Multiple role-play). Para siswa dibagi-bagi menjadi beberapa
kelompok dengan banyak anggota yang sama dan penentuannya disesuaikan dengan
banyaknya peran yang dibutuhkan. Tiap peserta memegang dan memainkan peran
tertentu dalam kelompoknya masing-masing. Tujuannya juga untuk mengembangkan
sikap. 3) Peranan ulangan (role repetition). Peranan utama dalam suatu
drama atau simulasi dapat dilakukan oleh setiap siswa bergiliran. Dalam situasi
seperti itu setiap siswa belajar melakukan, mengamati, dan membandingkan perilaku
yang ditampilkan oleh pemeran sebelumnya. Pendekatan itu banyak dilaksanakan
dalam rangka mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif.
PENGAJARAN
DRAMA DI SEKOLAH
Rahmanto
(di dalam Djumingin, 2004: 43) memaparkan tentang penahapan penyajian drama
sebagai berikut:
1.
Pelacakan Pendahuluan
Sebelum guru menyajikan naskah drama
di kelas, sebaiknya ia lebih dahulu menyeleksi dan menguasai isi drama itu, ia
mendahului dengan menceritakan secara singkat pokok persoalan dalam naskah
drama.
2. Penentuan Sikap Praktis
Guru sebaiknya menyampaikan drama
baik melalui cerita atau memperlihatkan contoh pementasan melalui rekaman
video, dan tindakan lain yang dapat membangkitkan minat siswa untuk mempelajari
drama.
3. Introduksi dan Penyajian
-
Setiap siswa diberi teks agar ia dapat mempelajari
-
Diajukan pertanyaan-pertanyaan sekilas isi drama untuk
mengetahui pemahaman siswa akan isi drama dan memancing mereka untuk secara
tidak langsung membaca drama secara berulang-ulang.
-
Mendiskusikan fakta lewat pertanyaan-pertanyaan.
-
Memilih salah seorang siswa sebagai sutradara yang tidak
hanya memahami alur cerita, tetapi juga dapat membaca arah penampilan panggung
dan bila perlu dapat menggambarkan situasi serta memberi komentar spontan dan
jelas.
4. Diskusi
Pertanyaan dalam diskusi ini sebagai
upaya untuk membantu pemahaman siswa dan mendorong pemeran untuk meneliti makna
adegan dengan lebih jeli.
5. Pengukuhan
Pengukuhan dapat dilakukan dengan
cara melaporkan pementasan, menuliskan dialog, membuat adegan, mencari cerita
pendek, novel yang dapat diubah menjadi teks drama atau sebaliknya drama diubah
menjadi cerpen/novel/sinopsis.
6. Diskusi lanjut
Di samping pembahasan yang mendalam
tentang isi teks, diskusi hendaknya disertai dengan peragaan praktis
adegan-adegan tertentu.
7. Praktek percobaan
Percobaan ini dapat memanfaatkan
gedung sekolah dengan cara membagi kelompok. Setiap kelompok diberi tugas untuk
mempelajari adegan tertentu, kemudian memerankannya dengan versi mereka sendiri
untuk diamati oleh teman-teman sekelasnya yang lainnya. Cara ini cocok untuk
menumbuhkan pemikiran baru, saran-saran dan perbaikan pada praktek pementasan
selanjutnya.
8. Latihan mengucapkan dialog
-
Semua siswa diajak untuk memperhatikan lafal, lagu, tekanan,
jeda, tempo, ekspresi wajah dan suasana keheningan.
-
Guru selalu siap untuk mendemonstrasikan bagaimana
mengucapkan dialog dan berakting dengan baik.
-
Guru memilih para pemain yang tepat dan penghafalan teks
dimulai.
-
Proses memilih para pemain yang tepat dan penghafalan teks
dimulai.
-
Proses penghafalan teks ini dapat diulang-ulang dengan
menekankan nilai dramatis di tempat-tempat tertentu dalam teks tersebut.
9. Akting
-
Kapan seorang pemain harus muncul, bagaimana posisinya,
kapan harus mengubah posisinya, gerakan-gerakan apa yang harus dilakukan agar
dapat menimbulkan efek dramatis, kapan harus diam dan kapan harus berkata-kata
atau berteriak.
-
Unsur gerak dan kata-kata dapat dipadukan dalam bentuk lakon
sehingga permainan akan menjadi lebih hidup.
10. Pementasan
-
Guru harus menentukan pementasan macam apa yang diinginkan.
Apabila pentas drama untuk umum, maka guru harus bertindak sebagai produser,
melatih secara khusus, membagi tugas untuk pementasan.
-
Guru tidak perlu mempersiapkan perlengkapan lengkap jika
drama tidak dipentaskan untuk umum.
3.
METODE
PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN
Bermain
peran atau disebut juga dramatic play mulai tampak sejalan dengan mulai
tumbuhnya kemampuan anak untuk berpikir simbolik. Dalam bermain peran atau
khayal ini, misalnya anak tampak sedang menyuapi boneka, mengajak bicara dan
bermain, mengajari boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya. Sekelompok
anak dapat bekerja sama menciptakan jalan cerita sendiri dalam berbagai
kegiatan bermain ini.
Metode
bermain peran (Depdiknas, 2005:13) “adalah cara memberikan pengalaman kepada
anak melalui bermain peran, yakni anak diminta memainkan peran tertentu dalam
suatu permainan peran”. Misalnya, bermain jual beli sayur, bermain menolong
anak jatuh, bermain menyayangi keluarga, dan lain-lain. (Mayke, 2000:57)
“Bermain peran diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda,
situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih”.
Penggunaan
metode ini juga memupuk adanya pemahaman peran sosial yang melibatkan interaksi
verbal paling tidak dengan satu orang lain. Metode ini membantu anak untuk
mempelajari lebih dalam mengenai dirinya sendiri, kelurganya, dan masyarakat
sekitarnya, dalam menjelaskan perannya berdasarkan pengalaman dalam belajar
memutuskan dan memilih berbagai informasi yang relevan. Hal ini membantu
mengembangkan kemampuan intelektual anak dan juga belajar dari temanya tentang
cara-cara berinteraksi dalam kondisi sosiodramatik, serta belajar
berkonsentrasi dalam satu tema drama dalam waktu tertentu.
Area
ini juga memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan sosial
dan emosionalnya seperti mangatasi rasa takut dengan memerangkan berbagai tokoh
yang sebenarnya bagi mereka menakutkan contoh: seorang anak yang takut di
suntik memerangkan tokoh sebagai pasien sehingga metode ini juga berfungsi
sebagai kahtharsis (pelepas emosi dan terapis)
Manfaat
metode bermain peran Fledman J.R (1997) mengatakan bahwa:
Di dalam area drama, anak-anak memiliki kesempatan untuk bermain peran dalam situasi kehidupn yang sebenarnya melepaskan emosi, mempraktekkan kemampuan berbahasa, membangun keterampilan sosial dan mengekspresikan diri dengn kreatif.
Di dalam area drama, anak-anak memiliki kesempatan untuk bermain peran dalam situasi kehidupn yang sebenarnya melepaskan emosi, mempraktekkan kemampuan berbahasa, membangun keterampilan sosial dan mengekspresikan diri dengn kreatif.
Role
playing bisa dipakai untuk murid segala usia.
Bila role play digunakan pada anak-anak, maka kerumitan situasi dalam peran
harus diminimalisir. Tetapi bila kita tetap memertahankan kesederhanaannya
karena rentang perhatian mereka terbatas, maka permainan peran juga bisa
digunakan dalam mengajar anak-anak prasekolah.
Kesalahan-kesalahan
itu bisa menguji beberapa solusi untuk masalah-masalah yang sangat nyata, dan
penerapannya bisa segera dilakukan. Permainan peran juga memenuhi beberapa
prinsip yang sangat mendasar dalam proses belajar mengajar, misalnya
keterlibatan murid dan motivasi yang hakiki. Suasana yang positif sering kali
menyebabkan seseorang bisa melihat dirinya sendiri seperti orang lain melihat dirinya.
Keterlibatan
para peserta permainan peran bisa menciptakan baik perlengkapan emosional
maupun intelektual pada masalah yang dibahas. Bila seorang guru yang
terampil bisa dengan tepat menggabungkan masalah yang dihadapi dengan kebutuhan
dalam kelompok, maka kita bisa mengharapkan penyelesaian dari masalah-masalah
hidup yang realistis.
Permainan
peran bisa pula menciptakan suatu rasa kebersamaan dalam kelas. Meskipun pada
awalnya permainan peran itu tampak tidak menyenangkan, namun ketika kelas mulai
belajar saling percaya dan belajar berkomitmen dalam proses belajar, maka
"sharing" mengenai analisa seputar situasi yang dimainkan akan
membangun persahabatan yang tidak ditemui dalam metode mengajar monolog seperti
dalam pelajaran.
3.1.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MENGAJARKAN DRAMA BAGI SISWA
Role playing bisa
dipakai untuk murid segala usia. Bila role play digunakan pada anak-anak, maka
kerumitan situasi dalam peran harus diminimalisir. Tetapi bila kita tetap
memertahankan kesederhanaannya karena rentang perhatian mereka terbatas, maka
permainan peran juga bisa digunakan dalam mengajar anak-anak prasekolah.
Kesalahan-kesalahan itu bisa
menguji beberapa solusi untuk masalah-masalah yang sangat nyata, dan
penerapannya bisa segera dilakukan. Permainan peran juga memenuhi beberapa
prinsip yang sangat mendasar dalam proses belajar mengajar, misalnya
keterlibatan murid dan motivasi yang hakiki. Suasana yang positif sering kali
menyebabkan seseorang bisa melihat dirinya sendiri seperti orang lain melihat
dirinya.
Keterlibatan para peserta permainan
peran bisa menciptakan baik perlengkapan emosional maupun intelektual pada
masalah yang dibahas. Bila seorang guru yang terampil bisa dengan tepat
menggabungkan masalah yang dihadapi dengan kebutuhan dalam kelompok, maka kita
bisa mengharapkan penyelesaian dari masalah-masalah hidup yang realistis.
Permainan peran bisa pula
menciptakan suatu rasa kebersamaan dalam kelas. Meskipun pada awalnya permainan
peran itu tampak tidak menyenangkan, namun ketika kelas mulai belajar saling
percaya dan belajar berkomitmen dalam proses belajar, maka "sharing"
mengenai analisa seputar situasi yang dimainkan akan membangun persahabatan
yang tidak ditemui dalam metode mengajar monolog seperti dalam pelajaran.
Walaupun metode ini banyak memberi
keuntungan dalam penggunaannya namun sebagaiman juga metode-metode mengajar
lainnya metode ini mengandung beberapa kelemahan diantaranya:
1. Jika
siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan
dengan sungguh-sumgguh.
2. Bermain
peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak
mendukung.
3. Bermain
peran tidak selamanya menujub pada arah yang diharapkan seseorang yang
memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang
diharapkannya.
4. Siswa
sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika
mereka tidak diarahkan atau ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan
baik apa yang akan diperankan.
5. Bermain
memakan waktu yang banyak.
6. Untuk
berjalan baiknya sebuah bermain peran, diperlukan kelompok yang sensitif,
imajinatif, terbuka, saling mengenal sehingga dapat bekerja sama dengan baik
Dengan
mengajarkan drama kepada siswa, maka ada beberapa keuntungan-keuntungan yang
dapat diperoleh oleh siswa bersangkutan, yaitu:
1)
Cara efektif untuk menolong anak belajar konsep-konsep, prinsip-prinsip dan
sifat-sifat manusia yang abstrak.
2) Kemampuan anak untuk berkonsentrasi terbatas
(15 menit), lebih dari itu akan sulit. Oleh karena itu, mendengarkan satu orang
yang berbicara secara monoton akan membuat anak cepat bosan. Dengan drama anak
mendapat lebih banyak variasi sehingga anak bisa bertahan duduk dan
mendengarkan cerita lebih lama.
3)
Dengan mendengar dan melihat cerita lewat drama, anak akan mengingat apa
yang diajarkan lebih baik; apalagi untuk anak-anak yang terlibat langsung dalam
memainkan drama.
4)
Melalui drama, anak akan mendapatkan kesan emosi yang mendalam karena dengan
melihat secara langsung adegan itu dimainkan, anak akan mendapatkan kesan emosi
tidak mudah dilupakan.
5)
Bagi anak-anak yang terlibat dalam memainkan drama, mereka dapat belajar
untuk mengekspresikan emosi-emosi tertentu.
6)
Melatih anak untuk berani berdiri di depan umum dan memberikan rasa
percaya diri kalau mereka berhasil melakukannya.
7)
Membangun kemampuan kerja sama dalam kelompok.
8)
Mendorong anak berkreasi dan mengembangkan talenta yang ada.
4.
PENUTUP
4. 1 SIMPULAN
Sebagai hasil kreasi dan ekspresi jiwa,
karya sastra mampu mengungkap fenomena kehidupan, gejolak jiwa, pikiran,
perasaan, ide, maupun gairah kreativitas yang berkecamuk dalam diri manusia.
Amat disayangkan bila seluruh potensi yang dimiliki manusia tersebut terbuang
dengan percuma, tanpa dikembangkan, tanpa disalurkan karena tanpa adanya wadah
kegiatan untuk menampungnya. Ada baiknya bila dibentuk suatu wadah kegiatan
agar potensi-potensi tadi bisa berubah menjadi suatu prestasi. Nah, salah satu
bentuk wadah kegiatan yang dapat ditawarkan adalah kegiatan drama.
Dengan mengikuti kegiatan bermain peran,
siswa dapat memetik berbagai manfaat yang terkandung dalam karya drama, yang
banyak mengungkap dramatiknya gelombang kehidupan manusia yang penuh dinamika.
Di samping itu, dalam kegiatan tersebut siswa akan terlatih untuk terlibat
secara langsung dalam kegiatan sosial, seperti memiliki rasa tanggung jawab,
bekerja sama dalam kelompok, setia kawan, dan mampu bahu-membahu demi
tercapainya tujuan bersama. Dengan demikian, siswa dapat diarahkan pada suatu
kegiatan yang positif.
4. 2 SARAN
Agar dapat menyampaikan materi
pembelajaran drama dengan baik diperlukan pengajar yang benar-benar mampu dan
menguasai seluk-beluk drama, baik secara teori maupun praktik. Penguasaan teori
dan praktik secara bersama sangat penting agar nantinya para siswa mampu
menerapkan teori yang diperolehnya pada saat proses belajar mengajar
berlangsung, ke dalam bentuk praktik pementasan naskah drama. Untuk dapat
menghasilkan hasil pementasan yang bermutu, tentu saja diperlukan keterlibatan
bimbingan pengajar yang kompeten.
DAFTAR
PUSTAKA
Seto,
2004. Bermain dan Kreatifitas.
Jakarta. Papas Sinar Sinanti.
Hanafiyah dan Cucu Suhana, Konsep
Srategi Pembelajaran, Bandung: Refika Aditama,2009, hlm. 47-48
Depdiknas. 2003. Kegiatan Belajar
Mengajar yang Efektif. Jakarta: Depdiknas.
tonton jg youtube q buat hiburan :D
ReplyDelete